WahanaNews.co, Jakarta - Sebuah tim peneliti baru-baru ini mengidentifikasi kembali mamalia purba bertelur yang dikenal sebagai echidna berparuh panjang Attenborough di Pegunungan Cyclops, Papua.
Dikarenakan penemuan ini, makhluk yang memiliki bulu, duri, dan paruh tersebut sering disebut sebagai "fosil hidup".
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
Dilaporkan oleh BBC pada Jumat (10/11/2023), tim peneliti dari Universitas Oxford melakukan ekspedisi ke Indonesia dan merekam empat klip singkat, masing-masing berdurasi tiga detik, dari hewan tersebut.
Diperkirakan bahwa echidna berparuh panjang Attenborough muncul sekitar 200 juta tahun yang lalu, pada masa ketika dinosaurus masih mendominasi Bumi.
Hingga saat ini, satu-satunya bukti keberadaan spesies ini adalah spesimen hewan mati yang berusia puluhan tahun yang terdapat di museum.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Selain menemukan "echidna yang hilang," ekspedisi ini juga berhasil menemukan spesies serangga dan katak baru, serta mengamati populasi kanguru pohon dan burung cendrawasih yang sehat.
Para peneliti juga menemukan spesies udang darat baru di tanah dan pepohonan Pegunungan Cyclops.
Ahli biologi Universitas Oxford yang memimpin tim ekspedisi multinasional, James Kempton mengaku sangat gembira karena berhasil menemukan hewan tersebut.
“Saya sangat gembira, seluruh tim gembira,” kata Kempton, mengutip BBC.
“Saya benar-benar serius ketika saya mengatakan bahwa ini terjadi pada kartu SD terakhir yang kami amati dari kamera terakhir yang kami kumpulkan selama hari terakhir ekspedisi kami,” tambahnya.
Kempton juga menyatakan bahwa dia telah mengirim surat kepada Sir David Attenborough tentang penemuan ini, dan menurutnya, Sir David sangat gembira dengan kabar tersebut.
Pada ekspedisi sebelumnya ke Pegunungan Cyclops pada tahun 1961, para peneliti menemukan jejak-jejak echidna Attenborough yang menunjukkan bahwa hewan itu masih hidup di wilayah tersebut, seperti bekas tusukan hidung yang masuk ke dalam tanah.
Namun, karena keterbatasan akses ke bagian tertentu dari pegunungan, para peneliti tidak dapat memberikan bukti pasti tentang keberadaan hewan purba tersebut.
Dengan demikian, selama 62 tahun terakhir, satu-satunya bukti keberadaannya adalah spesimen yang disimpan dengan sangat hati-hati di Ruang Harta Alam, sebuah museum sejarah alam di Belanda.
Baru pada tahun 1998, spesimen tersebut dapat diidentifikasi sebagai echidna Attenborough melalui pemeriksaan sinar-X, dan saat itulah hewan tersebut diberi nama Sir David Attenborough.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]