WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memastikan istilah 'zonasi' dan 'ujian' dihilangkan dan akan diganti dengan mekanisme lainnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
"Tak bocorin sedikit saja, nanti tidak akan ada kata-kata ujian lagi. Kata-kata ujian tidak ada," kata Abdul Mu'ti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/1).
Baca Juga:
KPU Demak Godok Zonasi Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pilkada 2024
Abdul Mu'ti menyebutkan hal yang sama juga berlaku pada sistem zonasi, di mana istilah baru juga disiapkan sebagai penggantinya.
"Sekadar bocoran, nanti kata-kata zonasi tidak ada lagi, diganti dengan kata lain. Nah, kata lainnya apa? Tunggu sampai keluar," ujarnya.
Abdul Mu'ti juga menjelaskan konsep terkait pengganti ujian ini telah selesai, dan akan diumumkan beberapa waktu mendatang.
Baca Juga:
Khofifah Optimistis Jatim Jadi Pusat Gravitasi Ekonomi Sektor Kelautan dan Perikanan
"Jadi nanti akan kami sampaikan, setelah peraturan mengenai PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) nanti keluar. Nah, karena itu mudah-mudahan tidak perlu menunggu sampai selesai Idul Fitri," ucapnya.
Adapun terkait PPDB tahun 2025 ini, Abdul Mu'ti menyatakan keputusannya akan diputuskan dalam sidang kabinet.
"Sudah kami serahkan hasil kajian Kementerian kepada Bapak Presiden melalui Seskab (Sekretaris Kabinet), sehingga kapan sistem ini diputuskan sepenuhnya kami menunggu arahan dan kebijaksanaan Bapak Presiden," tutur Abdul Mu'ti.
Soal Ujian Nasional (UN) dan sistem zonasi diperdebatkan lagi. Sejumlah pihak mendorong pemerintah memberlakukan lagi UN sebagai parameter kualitas siswa setelah lulus jenjang pendidikan dasar. Pada era Menteri Nadim Makariem, UN dihapus.
Sementara terkait sistem zonasi, sebagian pihak mendorong Menteri Pendidikan yang baru menghapus sistem tersebut.
Sistem zonasi adalah mekanisme mendaftar sekolah berdasarkan kriteria kedekatan jarak rumah siswa dengan sekolah.
Dengan sistem ini tak ada lagi sekolah favorit. Faktor penentu masuk atau tidaknya siswa dilihat dari jarak rumah mereka. Semakin dekat jarak mereka semakin terbuka untuk mendaftar di sekolah tersebut.
Banyak orang tua siswa mengeluhkan sistem ini karena masih rawan dimanipulasi. Ada banyak kasus orang tua siswa merekayasa kartu keluarga dengan cara menitip anak mereka pada keluarga yang dekat dengan sekolah tertentu, agar anaknya bisa diterima masuk sekolah tersebut.
[Redaktur: Alpredo Gultom]