WahanaNews.co | Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2023, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengingatkan momentum ini perlu menjadi ruang evaluasi untuk mengukur efektivitas Program Merdeka Belajar.
Sejak dicanangkan pada Februari 2022 silam, kata Syaiful, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) sudah memiliki sejumlah indikator keberhasilan maupun kegagalan.
Baca Juga:
SMKN 1 Turen Malang Mampu Produksi Kopi Berkualitas Setara Kopi Kekinian
“Kami menilai setidaknya ada indikator yang bisa kita lihat untuk melihat tren efektivitas apakah memang hasil program Merdeka Belajar ini sesuai yang bertujuan menciptakan profil pelajar Pancasila yang mempunyai karakter kuat dan menguasai kemampuan dasar bidang numerik, literasi, dan sains setelah hampir 3,5 tahun diluncurkan Mas Menteri,” tutur Syaiful dalam rilis yang dikutip dari Parlementaria, Selasa (02/05/2023).
Sebagai informasi, Program Merdeka Belajar memiliki 24 episode. Masing-masing dari episode tersebut berisi sejumlah sub program yang merupakan turunan dari visi Merdeka Belajar.
Di antaranya, program sekolah penggerak, program guru penggerak, program organisasi penggerak, program asesmen nasional, penghapusan tes akademik untuk masuk perguruan tinggi negeri, hingga penghapusan tes calistung bagi siswa PAUD.
Baca Juga:
Double Track Program SMAN 1 Gondangwetan Pasuruan
Dari sudut pandang Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu, beberapa sub program Merdeka Belajar memiliki kontroversi.
Seperti, adanya kisruh organisasi penggerak yang sempat menjadi polemik nasional dan penolakan terhadap RUU Sisdiknas oleh sebagian masyarakat pendidikan sehingga gagal menjadi program legislasi nasional prioritas.
Sebab itu, ia menilai itikad baik dari Kemendikbudristek harus segera dilakukan. Mengingat, evaluasi program Merdeka Belajar menjadi vital guna meningkatkan partisipasi publik dalam proses perumusan dan adopsi kebijakan Merdeka Belajar.
“Berbagai program tersebut tentu merupakan itikad baik dari Mas Menteri namun sebagai sebuah kebijakan maka sudah seharusnya diuji apakah memang benar-benar memberikan dampak bagi perbaikan kualitas pendidikan di tanah air,” ujarnya.
Di sisi lain, pengelolaan tenaga pendidikan di Indonesia belum menemukan titik terang. Hingga kini, program rekrutmen sejuta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) belum terpenuhi sesuai dengan harapan.
Ia juga melihat kesenjangan kualitas pendidikan antar wilayah juga masih terasa.
“Upaya untuk membuat sekolah sebagai tempat aman dan nyaman bagi peserta didik untuk tumbuh kembang juga masih belum sepenuhnya terealisasi. Hal ini dibuktikan dengan masih maraknya bullying yang bahkan memunculkan korban jiwa,” katanya.
Oleh karena itu, Syaiful pun berharap, di sisa waktu 1,5 masa kerja Mendikbud Ristek Nadiem Makarim ini, secepatnya dilakukan penajaman program prioritas supaya dampak nyata dari upaya perbaikan kualitas pendidikan di tanah air terasa.
Menurutnya, Nadiem Makarim juga perlu memilih program yang harus diselesaikan sehingga diperoleh legacy yang diingat oleh publik.
“Saya menyarankan tunaikan saja rekruitmen sejuta guru honorer menjadi PPPK sehingga janji perbaikan kesejahteraan guru bisa terealisasi. Dengan demikian periode pemerintahan ke depan tinggal fokus pada peningkatan kualitas dan manajemen distribusi guru ke seluruh wilayah di tanah air,” tutup legislator Daerah Pemilihan Jawa Barat VII itu. [Tio]