WahanaNews.co | Hari Buku Nasional (Harbuknas) diperingati setiap tanggal 17 Mei.
Perayaan Harbuknas di Indonesia sudah dilakukan selama 2 dekade, tepatnya sejak tahun 2002.
Hari Buku Nasional berperan sebagai bentuk penghargaan terhadap karya sastra sekaligus penulis di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Tegur Nadiem Terkait Ketimpangan Infrastruktur Pendidikan
Cara memperingatinya beragam, mulai dari mempromosikan kegiatan membaca, melakukan donasi buku, hingga menghadiri acara peringatan Harbuknas.
Sejarah Hari Buku Nasional
Hari penting untuk pecinta buku dan penulis di Indonesia ini pertama kali dicetuskan oleh Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan yang menjabat di era Kabinet Gotong Royong (2001-2004).
Baca Juga:
Wakil Bupati Samosir Jadi Inspektur Upacara Peringati Hardiknas
Harbuknas semula ditetapkan untuk meningkatkan minat baca masyarakat sekaligus menaikan penjualan buku.
Melansir Perpustakaan Lembaga Pertahanan Nasional RI, saat itu jumlah rata-rata buku yang dicetak setiap tahun lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya, yakni hanya 18 ribu judul.
Sementara buku yang dicetak di Jepang berjumlah 140 ribu judul dan di Cina sebanyak 40 ribu judul.
Angka melek huruf di Indonesia kala itu juga cukup mengkhawatirkan.
UNESCO mencatat, hanya 87,9 persen orang dewasa di Indonesia yang berusia di atas 15 tahun sudah melek huruf. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Malaysia (88,7 persen), Vietnam (90,3 persen), dan Thailand (92,6 persen).
Kondisi tersebut membuat Abdul Malik Fadjar merasa prihatin. Terlebih, kemampuan literasi dasar adalah modal utama yang harus dimiliki agar sebuah bangsa dapat berkembang dan maju.
Maka, ia memutuskan untuk mengesahkan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional.
Tanggal tersebut ditetapkan sebagai Harbuknas karena bertepatan dengan berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, yakni pada 17 Mei 1980.
Sosok Abdul Malik Fadjar
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Abdul Malik Fadjar adalah Menteri Pendidikan yang menjabat pada periode 2001 hingga 2004.
Laki-laki kelahiran Yoygakarta, 22 Februari 1939 ini dikenal aktif dalam berorganisasi.
Abdul Malik Fadjar disebut pernah menjadi ketua HMI Komisariat IAIN Sunan Kalijogo Malang.
Tak hanya itu, ia juga mengikuti organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) serta Badan Kontak Siswa Kementerian Agama (BKSKA)
Kontribusinya dalam dunia pendidikan tidak hanya menjadi seorang pendidik, melainkan juga membangun sekolah-sekolah Muhammadiyah dan perpustakaan desa di daerah-daerah.
Jasanya dalam mencetuskan Hari Buku Nasional selalu diingat, khususnya bagi pecinta buku di Indonesia.
Bahkan tahun ini, seorang mahasiswi FIK Ubaya melukis wajah Abdul Malik Fadjar dengan ribuan tumpukan buku di perpustakaan Ubaya sebagai caranya merayakan Harbuknas 2023.
[Redaktur: Zahara Sitio]