WahanaNews.co, Jakarta - Sejumlah elemen mahasiswa di Kota Ternate meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara mengevaluasi aktivitas perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah, menyusul adanya kerusakan lingkungan di kawasan Sungai Sagea.
"Kami mendesak Gubernur Maluku Utara segera membentuk tim terpadu investigasi untuk mengecek aktivitas perusahaan tambang, akibat adanya pencemaran lingkungan di sekitar Sungai Sagea," kata Koordinator aksi massa dari Himpunan Mahasiswa Islam HMI) Cabang Ternate, Yusril Buang, saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kediaman Gubernur Maluku Utara di Kota Ternate, Senin (11/09/23).
Baca Juga:
Dinas Lingkungan Hidup Kalsel Berikan Penghargaan Perkantoran Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim
Dia menyebut air Sungai Sagea merupakan kehidupan yang dipakai untuk diminum warga setempat, ekowisata, dan mata pencaharian masyarakat Sagea.
Namun sejak 14 Agustus 2023 kondidi air sungai Sagea berubah warna menjadi keruh akibat tercemar sedimentasi, yang diduga kuat atas aktivitas perusahaan pertambangan yang beroperasi di belakang Desa Sagea atau Boki Maruru.
Menurut Yusril ada lima perusahaan tambang yaitu PT Weda Bay Nicel (WBN), PT Tekindo, PT Pasifing Maining, PT Halmahera Sukses Mineral, dan PT IWIP yang diduga mencemari sungai.
Baca Juga:
Gunungan Sampah Meluber ke Jalan, Warga Kotabaru Jogja Keluhkan Bau Busuk
Pencemaran air Sungai Sagea, lanjutnya, mengisyaratkan adanya masalah baik dalam pembuatan maupun pelaksanaan analisis dampak lingkungan (amdal) terhadap perusahaan tambang tersebut.
Ia berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak mengobral Izin Usaha Pertambangan (IUP) guna menjaga lingkungan.
Dalam aksi itu, mereka menuntut dilakukan penyidikan dan penegakan hukum lingkungan oleh instansi berwenang terhadap pihak yang terbukti melakukan pencemaran aliran sungai Sagea dan segera menghentikan aktivitas perusahaan pertambangan tersebut.
Boki Maruru adalah destinasi karst di Sagea, Halmahera Tengah, yang juga dilintasi Sungai Sagea. Boki Maruru juga mengandung nilai-nilai kebudayaan yang disakralkan masyarakat setempat sebagai bagian dari peninggalan leluhur.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Utara Fachruddin Tukuboya menyatakan pihaknya telah membentuk tim terdiri dari DLH Maluku Utara, DLH Kabupaten Halmahera Tengah, dan Dinas Kehutanan.
Tim, lanjutnya, belum menemukan adanya pencemaran berasal dari lima perusahaan tambang yang beroperasi di kabupaten itu.
Menurut dia, limbah milik perusahaan tambang memang tidak dialiri ke Sungai Sagea, Boki Maruru. Kendati demikian pihaknya akan melakukan kajian secara hidrolis melalui ahli yang telah disiapkan.
Bahkan, berdasarkan hasil pemantauan di udara yang dilakukan tim investigasi, belum menemukan pembuangan limbah lima perusahaan tambang itu mengarah hingga ke Sungai Sagea maupun Boki Maruru.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]