WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dana bansos Rp500 triliun, angka fantastis yang seharusnya menjadi oase di tengah kesulitan ekonomi.
Namun, alih-alih membawa kebahagiaan, program ini justru menyimpan segudang masalah. Dari data penerima yang simpang siur hingga utang pemerintah ratusan miliar pada PT Pos Indonesia, benang kusut persoalan bansos kian terurai.
Baca Juga:
Bansos Agar Tepat Sasaran, Luhut Bakal Atur Penerima Tak Bisa Belanja Sembarangan
Pemerintah, melalui Kementerian Sosial (Kemensos), ternyata masih memiliki utang sebesar Rp230 miliar kepada perusahaan pelat merah tersebut atas jasa penyaluran bansos.
Pengakuan PT Pos Indonesia
Fakta ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dan Direktur Utama PT Pos Indonesia, Faizal Rochmad Djoemadi, di Jakarta, Senin (10/2/2025).
Baca Juga:
Luhut Buka Rencana Pemerintah Soal Penyaluran Bansos Melalui Digitalisasi
"Meski PT Pos Indonesia telah menjalankan perannya dalam menyalurkan bansos, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sembako, dana yang seharusnya kami terima masih tertahan," ungkap Faizal.
Lebih dari itu, ia menyoroti bahwa sejak lima tahun terakhir, PT Pos Indonesia mengemban tugas distribusi bansos tanpa payung hukum yang jelas.
Selama ini, tugas tersebut hanya berlandaskan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non-Tunai.
Meski demikian, PT Pos Indonesia terbukti lebih efektif dibanding bank-bank milik negara (Himbara) dalam mendistribusikan bansos hingga ke pelosok negeri.
"Kami menjalankan tugas ini tanpa dasar hukum yang jelas. Karena itu, kami meminta dukungan dari Komisi VI DPR agar PT Pos Indonesia ditetapkan sebagai penyalur resmi bansos," tegasnya.
Data Penerima Tidak Akurat
Di sisi lain, Luhut menyoroti lemahnya sistem distribusi bansos yang menyebabkan banyak dana tidak sampai ke penerima yang berhak.
"Dalam lima tahun terakhir, saya melihat sendiri berbagai tantangan dalam penyaluran bansos. Dari total Rp500 triliun, hanya separuhnya yang benar-benar diterima masyarakat. Banyak penerima ganda, penerima yang tidak memenuhi syarat, hingga mereka yang bahkan tidak memiliki NIK," ujarnya di Jakarta, Sabtu (8/2/2025) lalu.
Sebagai solusi, pemerintah tengah membangun Data Terpadu Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), yang akan mengintegrasikan tiga pangkalan data utama:
• Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)
• Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek)
• Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE)
Seluruh data ini akan dikonsolidasikan dan diuji silang dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) milik Kementerian Dalam Negeri guna meningkatkan akurasi penerima bansos.
Dengan berbagai permasalahan yang terungkap, efektivitas program bansos kini menjadi sorotan utama.
Pemerintah didesak untuk segera menyelesaikan utang kepada PT Pos Indonesia serta membenahi sistem distribusi agar tepat sasaran dan transparan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]