WahanaNews.co, Jakarta - Wakil Menteri (Wamen) I Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menegaskan bahwa pembayaran utang untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, yang dikenal sebagai Kereta Cepat WHOOSH Indonesia, tidak akan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan akan menjadi tanggung jawab PT KAI (Persero).
Beliau menyebut bahwa utang kereta cepat akan menjadi beban bagi rakyat adalah pernyataan yang salah.
Baca Juga:
Korupsi Proyek Perkeretaapian, Anggota Pokja di Purwokerto Terima Sejumlah Uang
“Sumber pembayaran [utang] juga dari tiket, bukan ditanggung rakyat Indonesia, itu juga jadi utang KAI, yang perusahaan sehat. Kalau dibilang ditanggung masyarakat Indonesia ya itu kan narasi keliru. Ada korporasi dan jual tiket,” ujar pria yang akrab disapa Tiko, dalam pernyataannya yang dikutip Selasa (10/10/2023).
Di sisi lain, Tiko juga menyampaikan bahwa besaran bunga pinjaman utang atas pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung direncanakan akan disepakati pada pekan depan.
Proses negosiasi akhir besaran bunga pinjaman untuk biaya bengkak proyek kereta cepat masih terus berjalan.
Baca Juga:
Budaya 'Terobos Palang' Kereta Kian Marak, Ini Pemicunya dari Kacamata Sosiologi
"Minggu depan harusnya diberesin sekalian kami mau inagurasi yang pas BRI di China, sekalian," kata Tiko. Penandatanganan terkait kesepakatan tersebut, kata Tiko, rencananya dilakukan berbarengan dengan peresmian secara hybrid antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping.
Sebelumnya, Tiko menjelaskan, saat ini Indonesia telah berhasil menegosiasikan besaran bunga pinjaman itu hingga di bawah 4 persen.
“Final term sheet lagi mau kita keluarkan karena tergantung dari penjaminan. Minggu ini harusnya keluar, tetapi bunganya sekitar 3,6 persen sampai 3,7 persen," jelas Tiko.
Adapun, kereta canggih dengan panjang lintasan 142,3 km tersebut awalnya direncanakan menelan biaya sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp94,1 triliun (kurs Rp15.514).
Indonesia mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CBD) untuk proyek tersebut sekitar 75 persen atau sekitar Rp 70,5 triliun.
Kendati demikian, dalam perjalanannya proyek tersebut ternyata mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp18,6 triliun.
Beban cost overrun itu dibagi dua antara China dan Indonesia.
Pihak Indonesia harus membayar sekitar US$720 juta atau setara dengan Rp11,1 triliun.
Lagi-lagi pihak CBD memberikan pinjaman dana bagi Indonesia untuk membayar cost overrun tersebut sebesar US$550 juta atau sekitar Rp8,5 triliun dengan bunga 3,4 persen dan tenor 30 tahun.
Secara total, utang pihak Indonesia dalam proyek Kereta Cepat mencapai Rp 79 triliun.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]