WahanaNews.co | Guna memastikan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan kuota pemerintah, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyebut perlu akurasi data.
Wakil Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI Didik Setiawan melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Solo, Selasa (21/2/2023), mengungkapkan jika sudah tersedia data penerima yang jelas maka isu kelangkaan pupuk tak akan terjadi.
Baca Juga:
Pemkab Kuningan Terima Bantuan Rp3 Miliar untuk Petani dari Kementan
Istilah kelangkaan tersebut, menurutnya, muncul karena datanya tak jelas, terutama dari kelompok tani. Misalnya jatah pupuk subsidi untuk 2023 diajukan pada 2022.
"Setelah pupuk tersedia banyak, tidak jarang banyak yang tidak ditebus. Hal itu berdampak pada toko penyalur pupuk subsidi yang tidak dapat memutar uang mereka. Akhirnya toko terpaksa menjual ke yang bukan haknya," paparnya.
Menurutnya, selama ini produsen pupuk telah memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi, bahkan jumlahnya melebihi dari ketentuan minimum yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Baca Juga:
Prabowo Tebar Benih Padi Dengan Teknologi Drone Pertanian
Oleh karena itu, mengenai kelangkaan pupuk sebetulnya tidak tepat. Menurut dia, bukan stok pupuk yang langka melainkan masalah data petani serta masalah di distribusi tingkat toko atau agen.
"Di Jateng untuk desa besar, terutama di wilayah pantura, paling sebenarnya butuh urea 150 kg per hektar. Rata-rata satu desa bisa memiliki 80-100 hektar sawah, jadi pupuk subsidi sebenarnya cukup," katanya.
Karenanya, ia meminta kelompok tani agar memasukkan data petani yang benar-benar akurat.