WahanaNews.co | Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyayangkan bahwa investasi negara-negara Islam selama lima tahun terakhir hanya 5,5 persen dari total investasi yang masuk ke Indonesia.
Hal itu dia sampaikan saat jadi pembicara kunci dalam Annual Meetings Islamic Development Bank Group (IsDB) di Jeddah, Jumat (12/5/2023).
Baca Juga:
Pelindungan Konsumen Sistem Pembayaran
"Terdapat fakta yang kontra produktif bapak ibu sekalian. Di satu sisi, kita berbicara tentang bagaimana kekompakan negara-negara muslim, tapi di sisi lain sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia justru dibanjiri investasi bukan dari negara Islam. Indonesia adalah negara dengan potensi yang sangat besar," ujar Bahlil melalui siaran pers.
Kata Bahlil, kebijakan investasi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berfokus hilirisasi yang berorientasi pada energi hijau dan industri ramah lingkungan.
Melansir Kompas.com, Indonesia saat ini telah melakukan penghentian ekspor di beberapa komoditas bahan mentah seperti nikel. Kemudian, tahun ini akan kembali dilakukan untuk timah dan bauksit. Penghentian ekspor bahan mentah ini menjadi wujud komitmen Pemerintah Indonesia dalam merealisasikan hilirisasi industri.
Baca Juga:
Menuju Satu Dekade Memberi Manfaat, Pemerintah Terus Dorong KUR untuk Usaha Produktif
Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara-negara G20, yakni sebesar 5,31 persen dengan angka inflasi yang masih dapat ditekan di bawah 6 persen.
Angka pertumbuhan ekonomi ini masih berpeluang untuk terus ditingkatkan seiring konsistennya dilakukan hilirisasi di Indonesia.
"Ke depan kita akan membangun ekosistem baterai mobil listrik di Indonesia, 25 persen cadangan nikel dunia ada di Indonesia. Maka dari itu, saya menawarkan kepada bapak ibu semua agar bisa ikut mengambil bagian dan sampai dengan 2040 menuju Indonesia emas, masterplan desain pengelolaan investasi yang mengarah kepada hilirisasi pada 8 sektor komoditas unggulan yang potensi nilainya mencapai 545,3 miliar dollar AS," jelas Bahlil.