WahanaNews.co, Tangerang - Kementerian Perdagangan mengajak para pelaku usaha dan eksportir
Indonesia untuk meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan karbon yang berlaku di negara tujuan
ekspor, terutama Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang diterapkan di Uni Eropa.
Dengan pemahaman yang mendalam, para pelaku usaha diharap dapat mengetahui dampak dan upaya yang
diperlukan untuk menjaga kelancaran perdagangan, khususnya ekspor ke Uni Eropa.
Baca Juga:
Wamendag Roro Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terus Menguat
Seminar bertajuk “Kebijakan CBAM Uni Eropa: Apa yang Perlu Diketahui Pengusaha Indonesia?” diselenggarakan pada Kamis, 10 Oktober 2024, di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Bumi Serpong Damai (BSD), Kabupaten Tangerang, Banten.
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Trade Expo Indonesia (TEI) ke-39 yang berlangsung dari 9 hingga 12 Oktober 2024.
“Seminar ini bertujuan untuk mengupas kebijakan CBAM Uni Eropa yang telah berlaku secara bertahap
sejak 2023. Kebijakan ini mencakup beberapa sektor, termasuk besi dan baja, aluminium, semen, pupuk, serta energi, dengan kemungkinan perluasan cakupan produk di masa depan. Kami berharap, seminar
ini menjadi forum yang produktif. Kita dapat memperdalam pemahaman tentang CBAM dan bersama-sama menghadapi tantangan ini dengan langkah yang tepat,” ungkap Direktur Perundingan Bilateral Kemendag, Johni Martha saat membuka seminar.
Baca Juga:
Peringati Hari KORPRI, Wamendag Roro Tinjau Penyelenggaraan Donor Darah di Direktorat Metrologi
Salah satu narasumber dalam seminar ini, yaitu Atase Perdagangan Brussels Antonius Annurrullah Budiman menyampaikan bahwa kebijakan CBAM akan berdampak setidaknya pada tiga komoditas ekspor Indonesia yaitu aluminium, besi dan baja, serta pupuk.
Ia juga menjelaskan langkah-langkah
yang diperlukan dalam memenuhi peraturan tersebut bagi produk Indonesia untuk masuk ke pasar Uni
Eropa, termasuk perhitungan karbon serta pelaporan yang wajib importir lakukan.
Analis Perdagangan Ahli Madya Kemendag Ferry Samuel Jacob memaparkan, CBAM merupakan inisiatif kebijakan Uni Eropa untuk mencegah risiko kebocoran karbon serta mendukung ambisi Uni Eropa
dalam mitigasi perubahan iklim.
Berdasarkan kajian Kemendag, kebijakan ini berpotensi memiliki
dampak negatif terhadap ekspor Indonesia, terutama di jangka pendek dan menengah. Oleh karena itu,
penting diambil tindakan antisipatif oleh pemerintah dan pelaku usaha.
Sementara itu, Pengawas Deputi Direktur Pengawasan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wahyudi Ali Adam menjelaskan, Indonesia telah memiliki mekanisme dan regulasi perdagangan karbon melalui bursa karbon.
Regulasi terkait perdagangan karbon diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang diimplementasikan melalui Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023.
Pengembangan perdagangan karbon diharapkan dapat membantu pelaku usaha Indonesia dalam menghadapi tantangan akibat kebijakan jejak karbon negara mitra, termasuk CBAM.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]