WahanaNews.co | Kementerian Pertanian (Kementan) terus berkomitmen melakukan pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani. Hal itu bertujuan membuat kelompok petani dalam jumlah besar dan membekali kelompok petani tersebut dengan manajemen, aplikasi, cara produksi dan pengolahan yang modern, serta kepastian pasar yang lebih baik.
Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surya Vandiantara menuturkan, apabila para petani mampu terorganisir dengan baik melalui korporasi petani, tentu akan menjadi potensi yang sangat luar biasa bagi industri pertanian di Indonesia.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
Bayangkan, lanjut Surya, jika ada ratusan hingga ribuan petani terorganisir dengan baik dalam korporasi petani. “Maka akan memudahkan dalam meningkatkan produktivitas hasil pertanian," kata Surya dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 17 April 2022.
Surya melanjutkan, secara bersamaan para petani yang terorganisir dengan baik tersebut memproduksi suatu komoditas unggulan. Maka tugas pemerintah hanya tinggal menentukan komoditas apa yang mesti di produksi para petani tersebut melalui berbagai riset.
"Tentunya produktivitas akan komoditas unggulan tersebut bisa terjaga dengan baik, karena di produksi secara masif oleh para petani yang tergabung dalam korporasi petani," tambahnya.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
Tak hanya itu, sambung Surya, pemerintah juga bisa dengan mudah memberikan pelatihan kepada para petani apabila mereka terorganisir dengan baik dalam korporasi petani. Sehingga, permasalahan manajemen produksi yang sering dihadapi para petani saat ini bisa teratasi.
Hasilnya, lanjut dia, mekanisme produksi pertanian yang efektif dan efisien bisa dicapai dengan lebih mudah.
"Apabila mekanisme produksi pertanian yang efektif dan efisien bisa tercipta, dan komoditas pertanian yang di produksi merupakan komoditas unggulan yang mudah diserap oleh pasar, maka keuntungan yang diperoleh para petani juga akan menjadi lebih maksimal. Keuntungan yang lebih maksimal inilah yang kemudian diharapkan secara bertahap mampu meningkatkan kesejahteraan para petani," jelasnya.
Terkait permodalan yang menjadi salah satu masalah dalam mendukung korporasi petani tersebut, menurut Surya, salah satu yang menjadi permasalahan dalam mengakses modal bagi para petani, adalah ketika mitigasi risiko yang diterapkan perbankan di Indonesia mengharuskan adanya LTV (Loan to Value) atas underlying asset.
Sementara para petani dengan pendapatan yang cenderung rendah tidak memiliki aset yang cukup untuk dijaminkan ke perbankan.
"Kita tidak bisa mendesak perbankan untuk menghilangkan klausul LTV ini, karena terkait mitigasi risiko yang ditetapkan. Maka perlu ada pihak ketiga yang mampu memberikan jaminan kepada perbankan agar lebih aman dalam menyalurkan modal ke petani," katanya.
Kehadiran pihak ketiga ini, lanjut Surya, tentunya dapat diisi oleh pemerintah, maka pemerintah harus berani menjadi penjamin para petani agar bisa mengakses modal dari perbankan.
"Apabila korporasi petani ini bisa dijalankan dengan baik, maka seharusnya DSR (Debt Serve Ratio) para petani bisa tejaga dengan baik, sehingga tidak ada keraguan bagi pemerintah untuk hadir sebagi penjamin para petani," jelasnya.
Oleh karena itu, kata Surya, dengan hadirnya program korporasi petani tersebut, memberikan peluang hasil produksi pertanian dapat diserap pasar menjadi lebih tinggi, apabila pemerintah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam menentukan komoditas yang perlu diproduksi.
"Keuntungan yang diperoleh menjadi lebih maksimal. Karena pemerintah bisa dengan mudah memberikan pelatihan mengenai manajemen produksi yang lebih efektif dan efisien. Dan melalui permodalan atau KUR Pertanian tentu akses modal menjadi lebih mudah. Apabila pemerintah berani menjadi penjamin bagi para petani," tutur Surya.
Korporasi petani yang dijalankan oleh pemerintah disebut bertujuan untuk meningkatkan skala ekonomi dari aktivitas petanian. Dengan penguatan dari hulu ke hilir, petani diharapkan akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Termasuk soal akses modal.
Dengan adanya korporasi petani juga diharapkan petani bisa memanfaatkan KUR Pertanian dari perbankan, kemudian bisa menghadirkan pertanian yang lebih produktif serta rasional secara ekonomi. Kemudian, skala ekonominya bisa meningkat. [qnt]