WahanaNews.co | Berharap mampu pangkas subsidi penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (Kg), pemerintah saat ini menggodok program pengalihan anggaran subsidi elpiji melon ke program percepatan penambahan pengguna kompor induksi atau kompor listrik bagi rumah tangga.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam rapat dengar bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (15/6) lalu mengungkapkan, percepatan penambahan pengguna kompor induksi dapat menekan beban subsidi LPG 3 Kg
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Saat ini , kami tengah menggodok program dengan pemerintah untuk mengalihkan subsidi untuk LPG direalokasikan untuk mempercepat penggunaan kompor induksi untuk pembelian kompor listriknya,” ujar dia.
Hitungan Darmawan, pengadaan kompor listrik berkisar Rp 10.350 ekuivalen dengan pengadaan sekilo LPG yang senilai Rp 18.000.
Artinya jika terjadi perpindahan penggunaan kompor induksi, penghematan yang akan diperoleh negara cukup besar. Saat ini, target PLN bisa mendorong pengalihan ke kompor induksi sampai 15 juta.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Merujuk target PLN, perusahaan setrum milik negara ini menargetkan penggunaan kompor induksi atau kompor listrik pada tahun 2024 mencapai 8,5 juta.
Namun agar bisa menggunakan kompor listrik masyarakat membutuhkan daya sebesar 2.200 watt.
Subsidi LPG 3 Kg memang terus mendaki. Catatan Kementerian Keuangan, subsidi LPG 3 kg selama Januari-Maret 2022 mencapai Rp 21,6 triliun, naik dua kali lipat dari Rp 10,2 triliun pada periode yang sama 2021 lalu.
Pencetusnya, selain kenaikan harga energi juga terjadi peralihan penggunaan LPG 12 kg ke 3 Kg, seiring kenaikan harga elpiji non subsidi.
Sebagai gambaran harga jual eceran LPG 3 kg bersubsidi sebesar Rp 4.250, sementara harga keenomian sudah mencapai Rp 19.609.
Celakanya, sumber elpiji 80% masih berasal dari impor yang juga terkena kenaikan dollar AS, selain harga gas alam yang tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) RI menunjukkan, impor LPG selama Januari-Maret 2022 mencapai US$ 1,30 miliar atau sekitar Rp 18,6 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300 per US$, melonjak 53% dibandingkan nilai impor pada Januari-Maret 2021 yang tercatat sebesar US$ 852,9 juta.
Apalagi, saat ini, PLN mengalami kelebihan suplai listrik yang cukup besar. Darmawan menjelaskan, di Jawa dalam satu tahun ke depan akan ada pasokan 6.800 Mega Watt (MW). Sementara penambahan permintaan hanya 800 MW.
Adapun di Sumatera, selama 3 tahun sampai 2025, penambahan permintaan listrik 1,5 GW. Sedangkan penambahan kapasitas 5 GW. "Di Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan juga mengalami itu," ujar Darmawan.
Adapun total listrik Indonesia saat ini mengalami kelebihan pasokan listrik. Tahun ini, ada sekitar tambahan sebesar 6,7 gigawatt (GW). "Ini energi berlebih dari sumber listrik batu bara, gas, termasuk EBT (energi baru terbarukan) yang diproduksi secara domestik,” ujarnya. [qnt]