WahanaNews.co | Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, mengungkapkan setidaknya terdapat 5 kondisi yang menunjukkan prospek bisnis kelapa sawit di Indonesia masih besar dan terus meningkat.
Pertama, ruang meningkatkan konsumsi di dalam negeri masih besar. Joko menjelaskan, minyak sawit dikonsumsi menjadi tiga kelompok, yaitu bahan makanan, seperti minyak goreng dan makanan olahan lain, kelompok biodiesel dan kelompok bahan baku industri.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
“Untuk biodiesel, peningkatan konsumsi tergantung kepada dukungan pemerintah. Selama menjadi mandatory, konsumsi (Crude Palm Oil) CPO juga akan naik,” ujar Joko Supriyono, di Jakarta, dalam keterangan yang diterima Jumat (4/3/2022).
Kedua, produksi kelapa sawit paling stabil di antara minyak nabati lain, seperti kedelai dan bunga matahari. Jika ada kendala produksi di negara produsen minyak nabati, misalnya kedelai di Amerika Serikat atau bunga matahari di Eropa Timur, maka minyak kelapa sawit menjadi alternatif mengisi pasar global.
Ketiga, industri hilir di dalam negeri sedang berkembang. Saat ini sebagian besar produksi CPO Indonesia sudah diolah di dalam negeri. Tahun 2020, ekspor CPO hanya sekitar 21% dari total produksi ekspor dalam bentuk minyak mentah.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Tahun 2019, hanya 20% produksi CPO Indonesia yang dipasarkan ke luar negeri atau sekitar 7 juta ton dari produksi yang mencapai sekitar 35 juta ton. Sisanya, dalam bentuk refined, bleached, deodorized (RBD) fractions, RBD stearin, oleochemical dan biodiesel.
Keempat, pemerintah mulai gencar merespons kampanye negatif yang diserukan pihak tertentu secara spesifik berdasarkan tema dan pelakunya. "Gapki juga agresif melakukan pelaporan jika menemukan ada produk berlabel palm oil free di pasar," kata Joko.
Kelima, potensi kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya sangat besar menyusul lahan perkebunan sawit semakin terbatas. Sedangkan permintaan minyak nabati terus meningkat.
Secara terpisah, Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS), Robiyanto, mengatakan besarnya prospek bisnis kelapa sawit di Indonesia mendorong perusahaan perkebunan terus meningkatkan kapasitas bisnis. NSS, jelasnya, akan menjawab besarnya prospek bisnis di industri kelapa sawit melalui rencana melepas saham perdana ke publik.
NSS dijadwalkan akan menggelar IPO tahun 2022. NSS akan melepas sebanyak-banyaknya 40% saham dari modal yang disetor penuh.
Harga penawaran diperkirakan berkisar antara Rp 135 – Rp 150 per saham dan target perolehan dana dari kegiatan penawaran umum saham perdana ke publik sekitar Rp 2 triliun.
“Dana IPO ini digunakan untuk memenuhi permintaan pasar yang saat ini belum dapat kami penuhi. Sebagai catatan, pasar yang ada saja di dalam negeri saja, prospeknya masih sangat besar,” jelas Robiyanto.
Robiyanto menjelaskan, NSS memiliki basis pelanggan yang sangat kuat seperti Sinarmas, Wings, Musimas, Wilmar dan perusahaan besar lainnya.
Pelanggan NSS membayar dengan metode FOB secara cash basis. Besarnya jarak antara permintaan dan produksi, mendorong perusahaan untuk mencari tambahan modal guna meningkatkan kapasitas produksi.
Setelah IPO, NSS menargetkan sudah memiliki lahan plasma seluas 10.000 hektare (ha), sebanyak tiga pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 180 ton per jam dan dua PKS dengan kapasitas 90 ton per jam dalam 5 tahun ke depan.
Dengan pengembangan kapasitas bisnis ini, produksi tahunan ditargetkan meningkat menjadi di atas 23 ton per ha per tahun, CPO sebanyak 240.000 ton dengan OER sebesar 24%. Laba bersih perusahaan diperkirakan akan naik menjadi sekitar Rp 937 miliar dalam 5 tahun mendatang. [qnt]