WahanaNews.co | Berbagai masalah dialami petani kelapa sawit, mulai dari rendahnya produktivitas hingga keberlanjutan (sustainability). Namun semua hal tersebut bisa diatasi oleh adanya program peremajaan sawit rakyat (PSR).
Hal tersebut mengemuka dalam Webinar Seri 6 bertema “Dampak Positif Program Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit” yang dilselenggarakan Media Perkebunan didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Agus Rizal menyatakan ada banyak manfaat dari program PSR. Diantaranya yakni pertama petani menjadi berlembaga.
Pelaksanaan PSR harus yang harus berupa kelembagaan petani, membuat lembaga petani yang sebelumnya mati suri menjadi aktif kembali dan menjadi wadah bagi penyaluran aspirasi petani.
Kedua, jaminan pelaksanaan usaha sawit yang berkelanjutan. Kebun yang diremajakan mengikuti standar pembukaan lahan tanpa bakar, terjaminnya bibit yang digunakan bersertifikat dan perawatan serta pemupukan sesuai dengan standar teknis.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Ketiga, peningkatan pada produktivitas. Ketika mengajukan peremajaan umur tanaman sawit ± 30 Tahun dengan produksi 1.000 kg tbs/ha/bulan.
PSR dengan penggunaan benih bersertifikat dan perawatan/pemupukan yang baik maka sekarang pada umur 28 bulan produksi mencapai 750 Kg tandan buah segar (tbs) ha/bulan.
“Keempat, tumpang sari pada lahan perkebunan. Dengan PSR petani kemudian mengupayakan lahan dengan melaksanakan tumpang sari sawit dengan tanaman pangan untuk mendapatkan niliai tambah,” jelas Agus Rizal.
Kelima, lanjut Agus Rizal, petani lebih tahu tentang budidaya sawit yang benar. Petani menjadi paham dan melaksanakan usaha sawit sesuai dengan standar teknis budidaya . Keenam, penjualan sawit dilaksanakan kelembagaan dalam kemitraan dengan PKS.
“Ketujuh, tertib administrasi. Petani menjadi tertib dalam pelaksanaan pelaporan dan pertanggung jawaban dana peremajaan,” jelas Agus Rizal.
Namun, untuk mengajukan PSR petani masih mengalami beberapa kendala. Kendala yang paling krusial yakni masih ada lahan petani yang di klaim masuk daerah kawasan hutan.
Dalam kesempatan itu juga Wiwik dari Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan , Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menguraikan bahwa hutan mempunyai peran strategis.
Peran hutan adalah sistem penyangga kehidupan; sumber plasma nutfah; komponen penting dalam perubahan iklim; faktor penting dalam siklus tata air; fungsi sosial dan ekonomi masyarakat; sumber penyedia ruang.
“Namun, permasalahannya adalah terdapat lahan kebun sawit masyarakat di dalam kawasan hutan tetapi belum mendapat legalitas dari KLHK. Sehingga dalam hal ini kita terus mencari solusinya,” jelas Wiwik.
KLHK sudah mengidentifikasi dan menginventarisai sawit rakyat dalam kawasan hutan dengan beberapa tahapan: Pertama, KLHK telah berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian untuk mengumpulkan Data Sawit Rakyat (By Name, By Address, By Location/Tabular dan Peta Spasial).
Kedua, melakukan pengumpulan Data Permohonan Masyarakat Kepada KLHK melalui Perhutanan Sosial dan TORA. Ketiga, mengkompilasi data Permohonan Sawit Rakyat untuk penyelesaian melalui UUCK 11 2020 dan PP 24 Tahun2021.
“Nah terkait dengan leagilitas inilah, masih ada beberapa kebun sawit rakyat yang berada dalam daerah kawasan sehingga legalitasnyabelum pasti,” jelas Wiwik. Ada beberapa dasar hukum penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan.
Solusi penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan tertuang dalam pasal 110 B UUCKdan PP 24 tahun 2021.
“Bahkan masyarakat yang bertempat tinggal didalam dan/atau isekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus-menerus dengan luasan paling bayak 5 hektar, dikecualikan dari sanksi administratif,” jelas Wiwik. Hal ini diharapkan jadi solusi dalam mengatasi lahan petani yang sudah dibudidayakan selama puluhan tahun. [qnt]