WahanaNews.co | Sebuah ledakan di pabrik pengayaan uranium di wilayah Ural, Rusia, pada hari Jumat (14/7/2023), mendorong perusahaan nuklir negara Rusia untuk menerbitkan sebuah pernyataan untuk meredakan kekhawatiran.
"Sekitar pukul 09.00 pagi waktu setempat, sebuah silinder dengan uranium heksafluorida yang sudah habis mengalami penurunan tekanan di sebuah bengkel di Ural Electrochemical Combine di Novouralsk."
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Demikian pernyataan dari Rosatom, pemilik pabrik yang merupakan pabrik pengayaan uranium terbesar di dunia.
Dilansir dari Newsweek, uranium hexafluoride adalah bahan kimia yang digunakan selama proses pengayaan uranium.
Media Rusia sering menggunakan eufemisme seperti ledakan keras atau tekanan rendah, bukannya ledakan.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Hal ini diduga untuk menghindari kepanikan dan untuk mempertahankan lanskap informasi yang menguntungkan.
Kantor berita milik Pemerintah Rusia, RIA Novosti, mengutip sebuah sumber di layanan darurat yang mengatakan bahwa satu orang telah meninggal dunia dan tingkat radiasi di fasilitas tersebut normal.
Rosatom mengatakan, insiden itu segera diatasi dan menambahkan bahwa tidak ada risiko bagi orang-orang yang tinggal di dekat pabrik.
"Bengkel sedang dibersihkan. Selebihnya beroperasi secara normal," kata perusahaan itu.
"Pengukuran radiasi latar belakang dilakukan di lokasi. Jumlahnya mencapai 0,17 mikrosieverts, yang sesuai dengan nilai alamiah," tambahnya.
Rata-rata global radiasi latar belakang yang terjadi secara alami adalah 0,17-0,39 microsieverts per jam, Reuters sebelumnya melaporkan, mengutip Asosiasi Nuklir Dunia.[eta]