WahanaNews | Di
tengah pandemi Covid-19 sekarang ini, tak sedikit orang yang terus menerus membersihkan
permukaan dengan disinfektan, demi menekan penularan. Namun, Center for Disease
and Prevention Control (CDC) Amerika Serikat justru menyarankan hal sebaliknya.
Baca Juga:
Jadi Pupuk serta Fungisida, Ini 5 Manfaat Susu untuk Tanaman dan Berkebun
CDC menyebut risiko penularan Covid-19 melalui permukaan
yang terkontaminasi ditemukan rendah. Alih-alih mencegah penularan, disinfeksi
permukaan justru akan menimbulkan kerusakan.
Alih-alih sibuk mendisinfeksi permukaan, lanjut CDC,
masyarakat lebih baik memperketat protokol pencegahan penularan virus corona
melalui udara. Pasalnya, penularan melalui udara ditemukan jauh lebih tinggi
ketimbang menyentuh permukaan.
"CDC menetapkan bahwa risiko penularan melalui
permukaan yang terkontaminasi terbilang rendah, jika dibandingkan kontak
langsung dan aerosol," ujar Kepala Cabang Pencegahan Penyakit yang
Ditularkan Melalui Air CDC, Vincent Hill, melansir CNN.
Baca Juga:
Bhabinkantibmas Polsek Gido Monitoring Penyemprotan Disinfektan di Rumah Warga Desa Sisarahili
Namun, meski terbilang rendah, risiko penularan melalui
menyentuh permukaan yang terkontaminasi ditemukan meningkat di dalam ruangan.
Di luar ruangan, lanjut Hill, sinar matahari dan faktor lain dapat membantu
menghancurkan virus.
Hill juga mengatakan bahwa virus mati atau non-aktif dengan
cepat pada permukaan berpori. Namun, virus dapat bertahan lebih lama pada
permukaan yang keras.
Namun, bukan berarti Anda disarankan untuk berhenti
melakukan disinfeksi. Disinfeksi masih tetap perlu dilakukan dalam kondisi
tertentu.
Penelitian menunjukkan bahwa penularan melalui menyentuh
permukaan lebih mungkin terjadi dalam 24 jam pertama setelah seseorang
terinfeksi. Artinya, jika ada anggota keluarga di rumah yang diketahui
terinfeksi SARS-CoV-2 dalam 24 jam terakhir, maka disinfeksi rumah perlu
dilakukan. Pasalnya, tingkat penularan dalam rumah tangga dengan keberadaan anggota
keluarga positif Covid-19 ditemukan lebih rendah saat rumah telah didisinfeksi.
"Jadi, menjaga permukaan tetap bersih dengan melakukan
disinfeksi bukannya buang-buang waktu. Hanya saja, perlu diingat bahwa
disinfeksi bukan satu-satunya cara penting untuk mengurangi risiko," kata
CDC. Imbauan itu dikeluarkan CDC dalam rangka memperbarui panduannnya terkait
disinfeksi permukaan di lingkungan komunitas atau publik.
Dalam beberapa situasi, lanjut Hill, membersihkan permukaan
dengan menggunakan sabun atau deterjen sudah cukup untuk mengurangi risiko
penularan.
"Cairan disinfektan tidak terlalu diperlukan. Kecuali
jika ada orang yang terinfeksi dan telah berada di rumah dalam 24 jam
terakhir," kata Hill.
Pembersihan, ujar Hill, juga harus fokus pada area-area yang
sering disentuh seperti gagang pintu dan sakelar lampu.
Disinfektan Bisa
Berbahaya
Alih-alih membersihkan, terlalu sering menggunakan
disinfektan juga bisa berbahaya. Penyelidikan menunjukkan bahwa beberapa orang
tak sengaja meminum, menghirup, atau menyemprotkan disinfektan ke kulit mereka
tanpa pengetahuan mengenai disinfektan itu sendiri. Cara ini dapat menimbulkan
kerusakan serius pada tubuh.
Hill mengutip penelitian CDC pada 2020 lalu yang
memperlihatkan bahwa hanya 58 persen orang yang tahu bahwa cairan pemutih tidak
boleh dicampur dengan amonia. Campuran keduanya akan menciptakan gas beracun
yang berbahaya bagi paru-paru.
Sementara, 19 persen responden mencuci produk makanan dengan
pemutih yang berisiko merusak tubuh jika dikonsumsi karena bersifat toksik. Sebanyak
18 persen menggunakan pembersih rumah tangga atau cairan disinfektan pada kulit
telanjang, yang juga berisiko menyebabkan ruam dan luka bakar.
"Metode disinfeksi dapat membuang-buang waktu atau
bahkan berisiko jika tidak dilakukan dengan tepat," ujar CDC dalam panduan
terbarunya.
Efektivitas metode disinfeksi permukaan patutnya dijadikan
alternatif pencegahan seperti gelombang ultrasonik, radiasi UV, dan cahaya biru
LED yang berpotensi menonaktifkan virus. [dhn]