WahanaNews.co | Banyak remaja kini yang terlibat dalam tindakan melukai diri sendiri, dan berusaha untuk merasa baik-baik saja serta menyembunyikan perilaku mereka.
Namun tahukah Anda tak jarang mereka melakukan tindakan berbahaya untuk melampiskan perasaan sakit hati atau rasa kecewa, hal ini merupakan gangguan psikologis yang menyakiti diri sendiri atau disebut dengan self-injury disorder.
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
Lantas, apakah Self-injury disorder tersebut?
Nonsuicidal self-injury, sering disebut self-injury disorder merupakan tindakan melukai tubuh Anda sendiri dengan sengaja, seperti memukul diri sendiri atau membenturkan kepala ke dinding dengan keras.
Jenis melukai diri sendiri ini adalah cara yang berbahaya untuk mengatasi rasa sakit emosional, kemarahan yang hebat, dan frustrasi dan beresiko bunuh diri.
Baca Juga:
Terminal Kalideres Cek Kelayakan Bus AKAP Menjelang Nataru
Bagi orang yang mengalami gangguan ini, dengan melukai diri sendiri dapat membawa mereka rasa tenang sesaat dan pelepasan ketegangan, tapi biasanya diikuti oleh rasa bersalah dan malu saat emosinya kembalinya normal.
Meskipun cedera yang dialami dapat mengancam jiwa, tindakan agresif ini dapat menimbulkan masalah yang lebih serius atau bahkan fatal.
Pemicu Self Injury
Selain orang dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat mengalami gangguan psikologis yang menyebabkan dampak buruk pada kehidupannya, salah satunya adalah perilaku self injury.
Self injury biasanya dilakukan untuk melampiaskan emosi yang sedang dialami oleh para remaja, misalnya marah, cemas, stres, depresi, putus asa, atau rasa bersalah yang tidak dapat diatasi dengan baik.
Tidak hanya untuk melampiaskan emosi, terkadang self injury yang dilakukan oleh para remaja dilakukan untuk mencari perhatian atau mengalihkan masalah yang sedang mereka hadapi.
Bahkan, perilaku ini dapat ditularkan dari anak-anak yang memiliki lingkungan rentan dengan perilaku self injury.
Terutama dikalangan remaja hal ini sering terjadi yang diakibatkan banyaknya tekanan dari orang sekitar dan juga masalah sosial. Remaja yang mengalami kesulitan hidup dan masalah sosial dapat mengalami stres yang berisiko alami self injury.
Selain itu, trauma psikologis yang dialami seorang remaja juga dapat tingkatkan perasaan rendah diri, kesepian, hampa, serta mati rasa yang dapat tingkatkan risiko self injury.
Inilah Ciri Self Injury pada Remaja
Umumnya seseorang yang mengalami Self-injury akan menyembunyikan kondisinya dari orang tua, kerabat, dan teman-temannya. Namun, bagi orang tua dan teman-temannya bisa memperhatikan gejala terkait kebiasaan perilaku remaja yang mengalami self-injury, yaitu:
1. Terlihat memiliki sejumlah luka bekas sayatan, memar, luka benturan, dan luka bakar pada beberapa bagian tubuh. Umumnya, luka terlihat pada area pergelangan tangan, lengan, paha, dan juga badan. Remaja dengan perilaku self injury akan menghindar saat ditanya penyebab luka yang muncul pada tubuhnya atau memberikan alasan yang kadang tidak masuk akal.
2. Anak memiliki luka yang sulit untuk sembuh bahkan luka menjadi lebih parah.
3. Remaja dengan perilaku self injury akan lebih senang menyendiri dan menjauh dari keramaian. Tidak hanya itu, ibu juga akan mengalami anak lebih sulit untuk bercerita dan lebih senang menyembunyikan masalah yang sedang dihadapi.
4. Sering membicarakan mengenai self injury yang dilakukan oleh teman-temannya bisa menjadi tanda bahwa anak rentan alami kondisi yang serupa.
5. Senang mengumpulkan benda tajam.
6. Selalu menggunakan pakaian yang tertutup meskipun cuaca panas.
7. Menggunakan banyak perban.
Penanganan Self-Injury
Pelaku self-injury perlu mendapatkan perawatan khusus dari ahli kejiwaan, baik psikolog maupun psikiater. Psikolog atau psikiater akan melakukan pemeriksaan untuk mendiagnosis perilaku self-injury dan menentukan penyebabnya. Penanganan yang diberikan pun akan disesuaikan dengan penyebab munculnya perilaku ini.
Secara umum, ada beberapa langkah penanganan pada pelaku self-injury, yaitu:
Perawatan medis
Penderita self-injury yang mengalami luka atau masalah kesehatan lain, perlu segera mendapat pertolongan medis, baik berupa rawat jalan maupun rawat inap. Pemberian obat-obatan juga diperlukan untuk mengendalikan gejala yang muncul.
Terapi dan konseling
Terapi dan konseling dengan psikiater atau psikolog bertujuan untuk mencari tahu penyebab perilaku self-injury sekaligus menemukan cara terbaik untuk mencegah pelaku melakukan tindakan ini lagi. Jenis terapi yang bisa dilakukan meliputi psikoterapi, terapi kelompok, terapi perilaku kognitif, dan terapi keluarga.
Selain menjalani terapi dan pengobatan di atas, orang yang memiliki tendensi untuk menyakiti diri sendiri juga disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1. Mencari dukungan sosial dan psikologis dari teman, keluarga, atau kerabat dekat
2. Menjauhkan diri dari benda tajam, zat kimia, atau obat-obatan yang bisa digunakan untuk melukai diri sendiri
3. Melakukan kegiatan positif, misalnya bergabung dengan komunitas atau melakukan kegiatan yang disukai
4. Mendalami hobi, seperti bermain musik atau melukis, guna membantu mengekspresikan emosi dengan cara yang positif
5. Menghindari konsumsi minuman keras dan narkoba
6. Mengalihkan perhatian ketika ada keinginan untuk melakukan self-injury
7. Menerapkan pola hidup sehat, seperti rutin berolahraga, mencukupi waktu tidur dan istirahat, serta mengonsumsi makanan bergizi
8. Menyakiti diri sendiri atau self-injury adalah salah satu bentuk gangguan perilaku yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
Bila ada orang di sekitar Anda mengalami gejala yang mengarah pada perilaku self-injury, jangan ragu untuk membawanya ke psikolog atau psikiater agar bisa segera mendapatkan penanganan yang tepat. [qnt]