WahanaNews.co, Depok - Kasus kekerasan remaja kembali terjadi di Depok, Jawa Barat (Jabar). Seorang remaja perempuan dijambak hingga dipukuli remaja perempuan lainnya.
Melansir detiknews, Aksi perundungan (bullying) itu direkam video hingga bikin geger warganet karena viral di media sosial (medsos). Ada dua video berbeda di mana memperlihatkan korban dipukuli dua remaja perempuan berbeda.
Baca Juga:
Otak Pelaku Pemerkosaan Siswi SMP Hingga Tewas di Palembang Sempat Ikut Yasinan Korban
Korban yang mengenakan baju berwarna pink salur terlihat hanya bisa rebah di tanah. Korban dipukul hingga dijambak dan dibenturkan ke tanah oleh dua remaja sebaya.
Terlihat dua anak baru gede (ABG) perempuan yang merundung korban berbaju hitam dan putih. Perundungan itu terjadi di sebuah kebun di Citayam, Depok. Korban sampai terdengar kesulitan bernapas.
"Kak, sakit," rintih korban saat dipukuli seperti terdengar dalam video.
Baca Juga:
Siswi Berprestasi Asal Deli Serdang Akan Hadiri Puncak Peringatan HAN di Papua
Berdasarkan penyelidikan polisi, perundungan terjadi sebagai bagian dari 'rekrutmen geng'. Simak, berikut ini fakta-faktanya:
Polisi Selidiki Kasus
Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Depok Iptu Nurhayati mengatakan peristiwa itu terjadi pada Sabtu (25/5) di Tanah Merah, Citayam, Depok. Korban merupakan siswi SD dan pelaku siswi SMP.
"Iya baru kemarin kejadiannya, itu korbannya kelas VI SD. kejadiannya di Tanah Merah, Citayam. Pelakunya anak SMP, korbannya SD. Pelakunya masih diselidik karena laporan baru masuk diterima hari ini," kata Nurhayati kepada wartawan, Selasa (4/6/2024).
Nurhayati mengungkapkan, korban mengaku masih mengalami sakit di kepala serta menderita luka di punggung dan kepala korban.
Korban Luka dan Trauma
Korban mengalami luka dan trauma atas bullying yang dialaminya. Pihak korban juga sudah membuat
Polisi Upayakan Diversi di Kasus Murid SMP Bully Siswi SD di Depok
"(Harapan) Menindaklanjuti kasus ini agar tidak ada lagi korban-korban yang lain karena adik saya sampai mengalami trauma," kata kakak sepupu korban, Shabrina (21), saat dihubungi wartawan, Selasa (4/6).
"Gimana caranya pihak yang berwajib dan pihak sekolah pelaku memberikan efek jera kepada pelaku-pelaku yang terlibat," tambahnya.
Berawal Mau Masuk Geng
Belakangan diketahui, aksi perundungan itu terjadi kala korban ingin gabung menjadi anggota geng. Namun mirisnya terjadi kekerasan dalam prosesnya.
"Jadi kita mengetahui pertama kali kasusnya itu dari medsos. Itu ada video, ada perempuan yang dipukul. Nah ternyata setelah kita dalami, ini ada chat melalui WA (WhatsApp) kepada korban untuk datang," kata Kapolres Metro Depok Kombes Arya Perdana, Rabu (5/6/2024).
Dalam percakapan di WA, pelaku mengatakan kepada korban, jika ingin menjadi 'adek-adekan', korban harus berkelahi terlebih dahulu.
"Jadi chat-nya kurang lebih begini, 'Kalau mau jadi 'adek-adekan', istilah adeknya angkat, harus berantem dulu'," tutur Arya.
Arya mengatakan korban tak menanggapi syarat tersebut. Hingga akhirnya, sambung Arya, korban diajak bertemu dan dipukuli saat pertemuan tersebut.
"Nah terus korban tak menanggapi, didiamkan saja. Tapi abis terus diajak ketemu, dan saat ketemu dipukuli. Ini tuh jaman dulu kayak senior-junior, kalau mau masuk grup. Tapi sekarang bilangnya 'adek-adekan' gitu ya. Kayak 'Kamu harus mengalami ini dulu' gitu," jelas Arya.
"Pokoknya ada basisnya. Nah basisnya inilah yang memukuli korban, berantem-beranteman," tambahnya.
2 Siswi Diamankan Polisi
Sebanyak 2 siswi diduga pelaku perundungan diamankan polisi. Seseorang lain yang merekam penganiayaan itu belum diketahui keberadaannya.
"Kurang lebih ada 2 pelaku yang diamankan, 3 sama yang videokan," kata Kombes Arya.
"Hanya tinggal 1 orang lagi yang belum kita dapat, yaitu yang memvideokan, itu akan kita kenakan sebagai salah satu pelaku pem-bully-an ini," jelasnya.
Polisi Upayakan Diversi
Berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak, kasus yang melibatkan anak-anak (belum dewasa) mesti melalui upaya diversi.
"Kita punya mekanisme diversi. Diversi itu adalah kewajiban penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, sampai dengan pengadilan untuk melakukan diversi, yakni upaya supaya perkara ini tidak maju ke tahap pengadilan sampai jatuhnya hukuman kepada si pelaku," kata Kombes Arya.
Diversi diatur dalam Pasal 1 angka 7 UU Sistem Peradilan Anak yang mengamanatkan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Namun upaya diversi tersebut bergantung pada keputusan pihak korban.
"Upaya diversi ini bukan maunya kita, tapi ini perintah undang-undang yang sudah disahkan aturan yang berlaku. Jadi kalau polisi, jaksa, dan pengadilan tidak melakukan diversi, akan mendapat ancaman pidana sebanyak 2 tahun penjara, nah itu juga bahaya," ucapnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]