WAHANANEWS.CO, Garut - dr. Muhammad Syafril Firdaus, dokter spesialis kandungan yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya di sebuah klinik di Garut, Jawa Barat, akhirnya resmi ditahan oleh pihak kepolisian.
Penangkapan dilakukan hanya dalam waktu kurang dari 24 jam setelah video rekaman CCTV yang menunjukkan dugaan pelecehan itu tersebar luas di media sosial dan menuai kemarahan publik.
Baca Juga:
Aksi Bejat Dokter Syafril dari Predator Hingga Berakhir dalam Bui
Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin membenarkan penangkapan tersebut.
"Kami sedang melakukan pemeriksaan," ujarnya singkat kepada media.
Ia menambahkan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan pihaknya belum bisa memberikan rincian lengkap soal hasil pemeriksaan awal.
Baca Juga:
Kembali Viral, Dokter Kandungan di Garut Diduga Lecehkan Pasiennya
Dari hasil penyelidikan awal, terungkap bahwa korban dari tindakan tak senonoh Syafril bukan hanya satu, melainkan dua orang.
"Kami duga korban tidak hanya satu. Jika ada yang berani bicara, kami akan lindungi identitasnya," tegas Joko.
Profil Singkat dr. Muhammad Syafril Firdaus
Syafril adalah alumni Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung dan merupakan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn).
Ia sempat berpraktik di sejumlah rumah sakit dan klinik di wilayah Garut, baik milik pemerintah maupun swasta.
Namun, sejak akhir tahun 2024, izin praktiknya sudah tidak tercatat di Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) Dinas Kesehatan Garut.
Kariernya pun merosot tajam sejak muncul dugaan tindakan tidak pantas terhadap pasien saat pemeriksaan USG.
Dalam laporan yang mencuat pada April 2025, salah satu korban mengungkap bahwa saat proses pemeriksaan kehamilan, Syafril diduga memasukkan tangannya ke dalam bra pasien dengan alasan ingin memeriksa bagian atas perut.
Rekaman CCTV dan Peran drg. Mirza
Kasus ini menjadi viral setelah drg. Mirza Mangku Anom, seorang dokter gigi, mempublikasikan bukti-bukti yang ia miliki ke media sosial.
"Ini semua bukti aku punya lengkap lho, rekaman CCTV versi lengkap aku juga punya, dan aku selalu kesel ngeliat yang begini-begini," tulisnya dalam sebuah unggahan di media sosial.
Video yang diunggah menunjukkan momen saat Syafril diduga melakukan tindakan cabul terhadap pasien di Klinik Karya Harsa, Jalan Ahmad Yani, Garut.
Tanggapan Dinas Kesehatan Garut
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, dr. Leli Yuliani, membenarkan bahwa saat ini Syafril sudah tidak lagi memiliki izin praktik di wilayah Garut.
"Yang bersangkutan sudah tidak ada izin praktek satu pun di wilayah Kabupaten Garut," jelasnya.
Leli menuturkan bahwa laporan terhadap Syafril pernah masuk pada 2024 dan kala itu diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, karena yang bersangkutan tidak lagi berada di Garut, pihaknya belum sempat melakukan pemeriksaan psikologis.
"Yang bersangkutan juga bukan orang sini (Garut)," ujarnya, sembari menyebut bahwa Syafril pernah berpraktik di Rumah Sakit Malangbong serta sejumlah klinik lain.
STR Dinonaktifkan
Kementerian Kesehatan RI telah mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) milik Syafril.
"Untuk saat ini, Kemenkes sudah koordinasi dengan KKI untuk minta nonaktifkan sementara STR-nya sambil menunggu investigasi lebih lanjut," ujar Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes.
Namun Aji belum memastikan sampai kapan STR tersebut akan dinonaktifkan.
"Kalau ada perkembangan, nanti akan diinfokan lagi," tambahnya.
POGI Turun Tangan
Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga turut angkat suara. Ketua Umum POGI, Prof. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, menyatakan bahwa organisasinya akan mengawal ketat proses hukum kasus ini.
"Hari ini sudah memeriksa lima saksi di Klinik Karya Harsa Garut, CCTV sebagai bukti tertanggal 20 Juni 2024 antara pukul 11.00 hingga 12.00," ujarnya pada wartawan.
POGI juga telah memanggil Syafril sebanyak tiga kali untuk dimintai klarifikasi, namun yang bersangkutan tidak pernah hadir.
Jika terbukti melakukan pelanggaran etika profesi, POGI berjanji akan menjatuhkan sanksi organisasi secara tegas.
Respon Gubernur dan Menteri
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, merespons tegas kasus ini.
"Kalau dokter lecehkan pasien, ada kode etiknya. Cabut izin dokternya. Bila perlu perguruan tinggi yang meluluskan dokter itu mencabut gelar dokternya," ujarnya geram.
Ia menekankan bahwa dokter adalah profesi yang disumpah secara etis dan tidak boleh menodai kepercayaan publik.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan pihaknya sedang berkoordinasi dengan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) di Garut.
"Kami baru menerima informasinya. Saat ini kami tengah melakukan koordinasi dengan unit P3A untuk mengetahui sejauh mana penanganan kasus ini dilakukan," kata Arifah.
Pihaknya juga siap memberikan pendampingan psikologis kepada korban guna mencegah trauma berkepanjangan.
Riwayat Kelam dan Percobaan Rudapaksa ART
Tak hanya terlibat dalam kasus dugaan pelecehan pasien, Syafril juga disebut-sebut pernah mencoba merudapaksa asisten rumah tangganya.
Fakta ini terungkap dalam putusan Pengadilan Agama Bandung nomor 5641/Pdt.G/2024/PA.Badg, dalam perkara perceraian antara Syafril dengan Rafithia Anandita.
Disebutkan bahwa alasan perceraian meliputi kebiasaan Syafril melecehkan pasien, mencoba memperkosa ART, serta melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri dan anaknya.
Laporan terkait KDRT itu juga telah masuk ke Polda Jawa Barat pada 19 September 2024.
"Penggugat dengan tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sejak bulan September tahun 2023 sampai dengan saat ini," tertulis dalam putusan tersebut.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]