WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang tersangka dalam kasus sindikat uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Kabupaten Gowa, bernama Syahruna, mengungkapkan bahwa dirinya berencana mencetak uang palsu hingga Rp20 triliun. Namun, rencana itu gagal terlaksana karena ia tertangkap polisi.
Syahruna mengaku bertugas sebagai pencetak uang palsu dengan keterampilan yang diperolehnya secara otodidak.
Baca Juga:
Operator Mesin Uang Palsu UIN Makassar Diklaim Bisa Cetak Rp 50 Triliun dalam 3 Hari
Sebagian teknik mencetak uang palsu juga ia pelajari dari seorang pengusaha bernama Annar Salahuddin Sampetoding, yang kini ditetapkan sebagai tersangka bersama 17 orang lainnya.
"Saya belajar sendiri dan diajari bos Annar," ujarnya dalam wawancara dengan akun YouTube TVOne, dikutip Rabu (1/1/2025).
Syahruna menjelaskan bahwa proses produksi uang palsu sering mengalami kegagalan. Ia memerlukan hingga 12 kali percobaan untuk menghasilkan uang palsu yang mendekati kualitas uang asli. Dalam sekali cetak, mesin yang digunakan mampu menghasilkan 19 lembar uang pecahan Rp100 ribu.
Baca Juga:
Polisi Beberkan Peran Pungusaha ASS di Kasus Pabrik Uang Palsu UIN Makassar
"Sehari bisa mencetak hingga Rp100 juta, tapi 60 persen hasilnya rusak, warnanya pudar, dan tidak presisi," jelasnya.
Dalam operasinya, Syahruna dibantu oleh seorang tersangka lain bernama Ambo. Selain itu, Andi Ibrahim, tersangka lainnya, bertanggung jawab mengkoordinasi lokasi dan distribusi uang palsu.
Syahruna menuturkan bahwa mesin pencetak uang palsu tersebut disembunyikan di dalam kamar mandi gedung perpustakaan UIN Alauddin, yang dilengkapi peredam suara agar tidak mencurigakan.
Mesin cetak itu dipesan khusus dari China karena mampu mencetak uang dengan akurasi tinggi. Bahkan, kertas yang digunakan juga diimpor dari China.
"Untuk sekali produksi, biaya yang diperlukan mencapai Rp300 juta," katanya. Syahruna menambahkan bahwa aktivitas mereka di lokasi tidak menimbulkan kecurigaan karena berpura-pura mencetak brosur kampus.
Selama sepekan sebelum penangkapan, Syahruna mengaku bekerja lembur hingga dini hari atas permintaan Andi Ibrahim, yang membutuhkan uang palsu dalam jumlah besar untuk keperluan Pilkada serentak 2024.
"Kami dijanjikan imbalan berupa uang asli 1:10, rumah, dan tanah oleh Andi Ibrahim," ungkapnya.
Namun, uang palsu yang mereka produksi ternyata berkualitas rendah. Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim, menjelaskan bahwa uang tersebut sangat mudah dikenali dengan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang).
Teknik yang digunakan hanyalah cetak inkjet dan sablon biasa, bukan teknik cetak offset sebagaimana laporan yang beredar.
Marlison juga menegaskan bahwa uang palsu tersebut tidak memiliki unsur pengaman seperti benang pengaman, watermark, electrotype, maupun gambar UV.
Bank Indonesia memastikan bahwa barang bukti berupa mesin cetak hanyalah mesin percetakan umum dan bukan mesin pencetak uang.
Selain itu, Marlison menegaskan bahwa Bank Indonesia tidak pernah menerbitkan dokumen seperti sertifikat deposito maupun surat berharga negara dalam bentuk warkat.
Seluruh dokumen tersebut dipastikan palsu. Sepanjang tahun 2024, rasio peredaran uang palsu di Indonesia tercatat sebesar 4 ppm (piece per million), yang terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]