WahanaNews.co | Peredaran uang palsu (upal) lintas provinsi senilai miliaran rupiah dibongkar aparat Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Kediri.
Pelaku sudah berhasil mengedarkan upal tersebut lebih dari Rp1 miliar. Sementara barang bukti yang berhasil disita Rp800 juta.
Baca Juga:
Bank Indonesia Sulawesi Tenggara dan Kepolisian Menangani Peredaran Uang Palsu di Bumi Anoa
"Uang palsu yang sudah diedarkan ke masyarakat total sebesar Rp1,2 miliar, dan Rp800 juta sisanya berhasil diamankan," kata Kepala Polda Jatim InspekturJenderal Polisi Toni Harmanto di Markas Polda Jatim di Surabaya, Kamis, 3 November 2022.
Dia menjelaskan, pengungkapan kasus tersebut berawal dari informasi masyarakat tentang beredarnya upal di wilayah Kediri. Polisi menyelidiki, dan menangkap seorang pengedar upal berinisial M di Desa Krandang, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri.
Dari M itulah polisi melakukan pengembangan sehingga berhasil menangkap sepuluh orang lainnya. Total 11 orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Baca Juga:
Uang Palsu Beredar di E-commerce, Bank Indonesia Buka Suara
"Akhirnya berhasil mengamankan tersangka 11 orang," ujar Toni. Kepala Polres Kediri, Ajun Komisaris Besar Polisi Agung Setyo Nugroho menambahkan, dari kasus di Kediri, pihaknya melakukan pengembangan jaringan pengedar upal tersebut ke Jawa Tengah dan Jakarta.
Penelusuran berujung pada lokasi produksi upal di Cimahi, Jawa Barat. Di lokasi tempat produksi upal, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti.
"Ada 55 item barang bukti, dan uang yang berhasil kita amankan yang tersisa di beberapa pelaku, jumlah kurang lebih sekitar Rp800 juta," tandas Agung.
Dia menuturkan, para tersangka mengedarkan upal di malam hari. Targetnya ialah masyarakat menengah ke bawah yang awam sehingga tidak tahu cara membedakan uang asli dengan uang palsu. Ada juga yang diedarkan berdasarkan pesanan pengedar upal pula.
"Ada yang pesan Rp20 juta dibayar Rp10 juta," ujarnya.
Agung memaparkan, para tersangka dijerat pasal 36 Ayat (2) Jo Pasal 26 Ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (3) Jo Pasal 26 Ayat (3) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang. Dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 50 miliar. [tum]