WahanaNews.co | Pernyataan Arteria sebelumnya meminta Jaksa Agung mengganti oknum Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang menggunakan bahasa Sunda dalam sebuah rapat. Arteria tak menjelaskan jaksa dan rapat yang dimaksud saat raker dengan jaksa agung tersebut.
Buntut dari pernytaan Arteria tersebut pada Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PP-SS) yang mendesak PDIP melakukan pergantian antar waktu (PAW) atau mengganti kadernya di Komisi III DPR, Arteria Dahlan.
Baca Juga:
Terancam Gagal ke Senayan, Arteria Dahlan Buka Suara
Ketua PP-SS, Cecep Burdansyah menilai pernyataan Arteria dalam rapat di Komisi III DPR itu telah melukai penutur bahasa Sunda, bahkan penutur bahasa daerah. Pasalnya, mereka menilai pernyataan Arteria itu bisa dianggap penggunaan bahasa Sunda sebagai kejahatan.
"Memohon kepada pimpinan PDIP untuk mengganti (PAW) Arteria Dahlan," kata Cecep dalam keterangannya, kemarin.
Di satu sisi, pihaknya menilai, menggunakan bahasa Sunda meski pun dalam rapat bukanlah kejahatan. Menurut dia, pencopotan seseorang dari jabatannya hanya bisa dilakukan jika melanggar aturan hukum.
Baca Juga:
Masih Terseok, Arteria Dahlan dan Johan Budi Terancam Gagal Raih Kursi Legislatif
Terlebih, menurut Cecep, bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda, juga diakui konstitusi. Hal itu termaktub dalam Pasal 32 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi, 'Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional'.
"Jadi siapa pun, baik pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke sudah selayaknya menghormati dan memelihara bahasa daerah," ucap Cecep.
Lebih lanjut, pihaknya khawatir dengan pernyataan Arteria yang disampaikan dalam forum resmi DPR akan memberi persepsi buruk dan berpotensi mendiskriminasi bahasa daerah tertentu.
Cecep menilai pernyataan Arteria juga kontraproduktif bagi PDIP Sebagai partai yang mengusung nasionalis dan menghormati kemajemukan. Cecep mengatakan pernyataan Arteria itu berlawanan dengan visi dan secara politik merusak citra partai penguasa tersebut.
Selain mendesak PDIP mem-PAW Arteria, pihaknya juga mendesak pernyataan maaf secara terbuka. Pernyataan maaf harus ditujukan kepada Jaksa Agung dan Kajati yang berbicara bahasa Sunda yang dimaksud, penutur bahasa Sunda, penutur bahasa Daerah, pimpinan DPR, hingga partainya.
"Pernyataan Arteria jelas menunjukkan ego sektoral yang mengakibatkan rusaknya marwah DPR," ucap Cecep.
Hal senada dilontarkan aktivis Sunda, Budi Dalton, yang juga mengunggah keberatannya atas pernyataan Arteria via media sosial.
"Karena nama Sundanya dia [Arteria] sebutkan. Baiknyakan kalau dibungkus dengan 'daerah', misalnya bahasa daerah," kata Budi.
Terpisah, Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap Arteria sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda karena mengkritik seorang kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) berbicara bahasa Sunda saat rapat.
"Saya, mengimbau Bapak Arteria Dahlan sebaliknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini," kata Emil di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa
Emil menyesalkan Arteria yang mempermasalahkan penggunaan bahasa Sunda oleh seorang jaksa hingga meminta agar dipecat. Menurutnya, bahasa Sunda sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
"Kalau bentuknya meminta untuk diberhentikan jabatannya menurut saya terlalu berlebihan tidak ada dasar yang jelas. Dan saya amati ini menyinggung banyak pihak warga Sunda di mana-mana. Tapi kalau tidak dilakukan pasti akan bereskalasi karena sebenarnya orang Sunda itu pemaaf. Saya berharap itu dilakukan," kata Emil.
Sebagai informasi, dalam rapat Komisi III DPR pada Senin (17/1), Arteria mengkritik oknum Kajati yang menggunakan bahasa Sunda dalam sebuah rapat. Dia pun meminta Jaksa Agung mengambil tindakan tegas dengan memecat oknum Kepala Kejati tersebut.
Namun, Arteria tak menyebut oknum kepala Kejati dan momen rapat yang dimaksudkannya.
"Ada kritik sedikit, Pak JA (Jaksa Agung), ada Kajati Pak, yang dalam rapat dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu," kata anggota DPR dari Dapil Jatim VI itu. [bay]