WahanaNews.co | Sebagai satuan elite tertua yang ada di jajaran Tentara Nasional
Indonesia (TNI), Korps Marinir TNI Angkatan Laut tentu memiliki peran vital
dalam sejumlah palagan.
Tak sedikit dari anggota Korps Baret
Ungu gugur demi menjaga kehormatan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Baca Juga:
Prabowo Hadiri Acara Halal Bihalal Bersama Purnawirawan TNI AD dan Keluarga Besar TNI-Polri
Dirangkum dari berbagai sumber, sebuah
kisah keberanian anggota Korps Marinir TNI Angkatan Laut datang dari belantara
Borneo, atau yang kita kenal dengan Pulau Kalimantan.
Sekitar bulan Desember 1963, sejumlah
anggota Korps Marinir yang tergabung dalam empat kompi melakukan penyusupan ke
wilayah perbatasan RI-Malaysia untuk melakukan operasi Konfrontasi Malaysia.
Bukan perkara mudah untuk menjalankan
misi itu.
Baca Juga:
3 Oknum TNI Diduga Aniaya Pencuri Motor hingga Tewas di Bali
Pasalnya, anggota Korps Marinir yang
saat itu masih bernama Korps Komando (KKO), harus menghadapi dua satuan elite.
Pasukan elite pertama adalah Rejimen
Askar Melayu Diraja dan pasukan Gurkha milik Angkatan Darat Kerajaan Inggris.
Tak peduli sebesar apapun bahaya yang
mengancam, tugas adalah sebuah kehormatan yang tak ternilai harganya bagi para
anggota Marinir.
Oleh sebab itu, meskipun harus
mengorbankan nyawa tugas harus bisa diselesaikan dengan sempurna.
Tepatnya pada 29 Desember 1963,
pasukan kecil Marinir yang dipimpin oleh Kopral Rebani dan Kopral Subroto
berhasil menyusup hingga wilayah Kalabakan, sekitar 50 meter sebelum Sabah.
Perlu diketahui, Rebani dan Subronto
adalah anggota Korps Marinir yang punya kemampuan di atas rata-rata dan kenyang
dengan pengalaman tempur di sejumlah palagan.
Keduanya juga adalah anggota satuan
inti Intai Para Amfibi (Ipam), atau yang sekarang dikenal dengan Detasemen
Jalamangkara (Denjaka).
Saat memasuki Kalabakan, pasukan Korps
Marinir di bawah komando Rebani dan Subronto terlibat kontak tembak dengan
pasukan Rejimen Askar Melayu Diraja.
Pasukan elite Angkatan Darat Kerajaan
Malaysia itu juga punya kemampuan tempur yang andal.
Apalagi, mereka dipimpin juga oleh
sosok sarat pengalaman, Mayor Zainal Abidin, sang komandan kompi.
Dalam konfrontasi bersenjata itu,
pasukan Korps Marinir berhasil mengalahkan pasukan Malaysia.
Delapan orang anggota Rejimen Askar
Melayu Diraja tewas, sementara 18 orang lainnya mengalami cedera.
Satu dari 18 orang tentara Malaysia
yang tewas ternyata adalah Mayor Zainal.
Sayang, nasib nahas justru menimpa
pasukan Marinir saat hendak kembali usai menjalankan misi.
Saat perahu yang ditumpangi Rebani,
Subronto dan pasukannya, ada pasukan Gurkha yang mengadangnya.
Pertempuran tak seimbang pun pecah.
Pasalnya, pasukan Gurkha menaiki kapal
perang lengkap dengan persenjataan modern.
Sementara, pasukan Korps Marinir hanya
menggunakan perahu.
Rebani dan Subronto pun gugur dalam
pertempuran itu.
Tak hanya keduanya yang berpulang, 22
orang anggota Marinir lainnya juga gugur.
Tiga orang anggota Marinir sebenarnya
berhasil melarikan diri.
Ketiga prajurit itu adalah Kelasi Satu
Suwadi, Kelasi Satu Rusli dan Kelasi Satu Bakar.
Akan tetapi, saat berhasil mencapai
pantai ketiganya tertangkap oleh pasukan Gurkha. [qnt]