WahanaNews.co | Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menyoroti sikap tenang Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra.
Sikap itu ditampilkannya meskipun saat ini perusahaan pelat merah tersebut sedang mengalami masa sulit yang terbesar.
Baca Juga:
Wamildan Tsani Panjaitan Dirut Baru Garuda Indonesia
"Irfan Setiaputra, sang Dirut, tidak pernah kelihatan risau. Pun ketika Kementerian BUMN mengisyaratkan kalau perlu Garuda dibubarkan saja," ujar Dahlan, dikutip dari Disway.id, Kamis (21/10/2021).
Dahlan juga mengungkap peristiwa tiga bulan yang lalu, ketika Garuda Indonesia mengalami kesulitan keuangan yang memuncak.
Ketika itu, yang terlihat panik justru orang yang ada di luar Garuda Indonesia.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Pilih Menu Nasi Goreng di Pesawat ke Papua Nugini
"Irfan sendiri dengan tenang mengatakan Garuda baik-baik saja. Garuda akan tetap terbang seperti biasa sampai kapan pun," ujarnya.
Dahlan pun memuji, hingga saat ini, Irfan benar bahwa Garuda masih tetap eksis.
"Di saat muncul berita Garuda kalah di pengadilan Inggris, Irfan masih bisa ke luar negeri. Dua minggu pula. Tanggal 1 sampai 16 Oktober. Ke Amerika dan Eropa. Bersama istri, anak, menantu dan cucu. Disertai vice president personalia Garuda dan wakilinya," tulis Dahlan.
Saat itu, lanjut dia, Irfan memiliki alasan resmi keluar negeri untuk menghadiri sidang IATA dan World Air Transport Summit.
"Pokoknya kita seperti diajak untuk tidak usah risau. Apalagi panik. dan lagi, ingat: tanda-tanda baik sudah muncul. Covid-19 sudah reda. Dengan cepat. Orang sudah mulai suka terbang lagi," katanya.
Garuda pun, sambung Dahlan, telah mengeluarkan pernyataan pers tertulis.
Isinya mengisyaratkan tetap tenang, karena Garuda sedang fokus melakukan restrukturisasi utang.
Dahlan menilai, Garuda tidak menganggap perlu menanggapi serius pernyataan Kementerian BUMN soal “kalau perlu dibubarkan” itu.
"Pernyataan Kementerian BUMN sendiri diucapkan oleh Wakil Menteri II Kartika Wirjoatmodjo. ‘Kalau kita restrukturisasi itu mentok, ya kita tutup Garuda Indonesia. Tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara. Nilai utangnya terlalu besar' ujar Kartika," begitu beber Dahlan.
Restrukturisasi Garuda Indonesia, lanjut dia, saat ini memang tidak bisa dianggap kecil.
Dahlan mengungkapkan nilainya mencapai Rp 70 triliun.
Sedangkan yang belum jatuh tempo masih sekitar Rp 70 triliun lagi.
Memang, lanjut Dahlan, Garuda punya gaya negosiasi sendiri.
Memang ada juga yang mulai berhasil.
Utang Garuda ke-9 lembaga bisa dijadwal ulang.
Sembilan lembaga itu, antara lain, adalah Pertamina dengan utang bahan bakar sekitar Rp 12 triliun, Angkasa Pura dengan utang untuk biaya landing dan take off sekitar Rp 3 triliun, dan kepada bank-bank milik BUMN sendiri.
"Yang dengan penyewa pesawat di luar negeri masih sulit. Terutama yang dari Amerika. Jumlah mereka juga banyak: 32 perusahaan. Negosiasinya tentu sulit-pun ketika baru tahap mengatur jadwal negosiasisnya," ungkapnya.
Di Amerika, lanjut Dahlan, penerbangan domestik sudah praktis normal.
Hal itu sama seperti Tiongkok yang sudah memerlukan banyak pesawat lagi.
"Kalau pun penerbangan domestik Indonesia juga segera normal, bagaimana Garuda? tentu Garuda juga sangat senang," kata Dahlan.
Eks Dirut PLN ini mengaku mulai memahami mengapa pemerintah tidak membawa saja Garuda Indonesia langsung menuju pailit.
Sebab, nasib uang Pertamina, Angkasa Pura, dan bank-bank BUMN bisa tidak terbayar.
"Yang harus dibela ternyata bukan lagi hanya Garuda. Tapi juga Pertamina dkk itu," ungkapnya.
Waktu pun, lanjut Dahlan, terus berputar.
Keadaan cepat berubah.
Belum bisa ditebak mana yang lebih dulu tiba, apakah selesai restrukturisasi utang, pailit saja, atau normalnya kembali bisnis penerbangan pasca-Covid.
"Begitu rumit memikirkan Garuda. Maka siapa tahu Garuda memang perlu tipe Dirut yang begitu tenangnya," tutup Dahlan. [qnt]