WAHANANEWS.CO, Jakarta - Partai Gerindra menyatakan dukungannya terhadap wacana pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun wali kota melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Gerindra ada dalam posisi mendukung upaya ataupun rencana untuk melaksanakan pemilukada ini oleh DPRD di tingkat bupati, wali kota ataupun di tingkat gubernur,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Sugiono dalam keterangannya, Senin (29/12/2025).
Baca Juga:
3 Menteri, 2 Wamen dan Sekitar 500 Orang Hadiri HUT ke-17 GEKIRA, Siapa Saja?
Sugiono menilai, mekanisme pilkada melalui DPRD dinilai lebih efisien dari sisi anggaran dibandingkan pemilihan langsung oleh rakyat.
Menurut dia, efisiensi tersebut mencakup tahapan penjaringan calon, mekanisme pemilihan, waktu pelaksanaan, hingga besarnya anggaran dan ongkos politik yang harus dikeluarkan.
Ia mencontohkan, pada 2015 dana hibah dari APBD untuk pelaksanaan pilkada hampir mencapai Rp7 triliun dan jumlah tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun.
Baca Juga:
Organisasi Sayap GEKIRA Gerindra Hari Ini Salurkan Sembako di Dua Gereja Jabodetabek
Bahkan, pada 2024 anggaran hibah APBD untuk pilkada melonjak hingga lebih dari Rp37 triliun.
“Itu merupakan jumlah yang bisa digunakan untuk hal-hal lain yang sifatnya lebih produktif, upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan ekonomi rakyat. Saya kira ini adalah sesuatu yang perlu kita pertimbangkan,” jelasnya.
Selain anggaran, Sugiono juga menyoroti tingginya ongkos politik yang harus ditanggung calon kepala daerah.
Ia menilai biaya kampanye yang mahal kerap menjadi penghalang bagi figur-figur potensial yang sebenarnya memiliki kapasitas untuk memimpin daerah.
“Biaya kampanye untuk seorang calon kepala daerah, kita terbuka saja, itu angkanya prohibitif. Mahal. Dan ini yang juga kita harus evaluasi, kita harus cari bagaimana supaya orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan mengabdi kepada masyarakatnya, mengabdi kepada bangsa dan negara itu, bisa maju tanpa harus dihalang-halangi oleh angka dan biaya kampanye yang luar biasa,” kata Sugiono.
“Dari sisi efisiensi, baik itu proses, mekanisme, dan juga anggarannya kami mendukung rencana untuk melaksanakan pilkada lewat DPRD,” ujar dia.
Terkait aspek demokrasi, Sugiono menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak menghilangkan esensi demokrasi.
Menurutnya, anggota DPRD merupakan wakil rakyat yang dipilih langsung melalui pemilu sehingga tetap merepresentasikan kehendak masyarakat.
“Kalau kita melihat akuntabilitasnya itu cenderung lebih ketat. Kalau misalnya partai politik itu ingin bertahan atau tetap hadir di daerah-daerah tersebut, tentu saja mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak konstituennya,” ucap Sugiono.
Ia juga menilai, pilkada melalui DPRD berpotensi meredam polarisasi di tengah masyarakat.
Meski demikian, Partai Gerindra menekankan pentingnya pembahasan dan kajian mendalam dengan melibatkan seluruh elemen guna merumuskan mekanisme terbaik.
Masyarakat, kata dia, tetap harus memiliki ruang untuk mengawasi dan mengawal aspirasi yang disalurkan melalui wakilnya di lembaga legislatif.
“Jangan sampai kemudian ini berkembang menjadi sesuatu yang sifatnya tertutup,” imbuh Sugiono.
Sementara itu, wacana pilkada melalui DPRD kembali menguat setelah disampaikan Presiden Prabowo Subianto dan Partai Golkar.
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia turut mengusulkan agar pemilihan kepala daerah pada pemilu mendatang dilakukan melalui DPRD.
Usulan tersebut disampaikan Bahlil secara langsung di hadapan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam peringatan HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (5/12/2025) malam.
“Khusus menyangkut pilkada, setahun lalu kami menyampaikan kalau bisa pilkada dipilih lewat DPRD saja. Banyak pro kontra, tapi setelah kita mengkaji, alangkah lebih baiknya memang kita lakukan sesuai dengan pemilihan lewat DPR kabupaten/kota biar tidak lagi pusing-pusing. Saya yakin ini perlu kajian mendalam,” kata Bahlil.
Bahlil menyebutkan, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) bidang politik dapat dimulai pada tahun depan.
Namun, ia menegaskan perlunya kajian komprehensif agar regulasi yang dihasilkan benar-benar matang.
“RUU ini harus melalui kajian yang mendalam,” ucap dia.
Meski demikian, Bahlil juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya khawatir jangan sampai UU sudah jadi, sampai di MK, MK membuat yang lain, bahkan bisa mengubah, bahkan bisa membuat norma baru lagi,” kata Bahlil.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]