WAHANANEWS.CO, Jakarta - Angka korban keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus melonjak tajam dan mencengangkan publik.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, dalam periode 29 September hingga 3 Oktober 2025 saja, sebanyak 1.883 anak menjadi korban baru, sehingga total korban keracunan MBG hingga Sabtu (4/10/2025) telah menembus 10.482 anak di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Pelaku Pembunuhan yang Membawa Kabur Pajero Dijambi Berhasil Ditangkap Polisi
Ironisnya, lonjakan kasus tersebut terjadi sepekan setelah sebagian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dinonaktifkan. Menurut JPPI, hal itu menunjukkan penutupan parsial tidak efektif mencegah korban baru karena dapur MBG lainnya masih beroperasi di berbagai daerah.
“Dengan data ini, kita bisa simpulkan, penutupan sebagian SPPG sama sekali tidak efektif. Selama dapur MBG masih beroperasi, korban akan terus berjatuhan. Karena itu, BGN harus segera menghentikan seluruh SPPG di Indonesia sebelum korban bertambah lebih banyak,” tegas Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (7/10/2025).
Badan Gizi Nasional (BGN) sebelumnya telah menonaktifkan sejumlah SPPG pada Senin (29/9/2025) setelah maraknya laporan keracunan MBG di berbagai wilayah.
Baca Juga:
Dapur MBG di Karawang Terbukti Simpan Bahan Baku di Gudang Panas, Picu Gejala Keracunan Siswa
Namun, langkah itu hanya menyasar dapur yang diduga terlibat langsung dalam kasus, sementara ratusan dapur lainnya tetap berjalan seperti biasa.
JPPI menilai kebijakan tersebut justru menunjukkan lemahnya komitmen BGN dalam menjamin keselamatan anak-anak penerima MBG. Lembaga itu mendesak penghentian total seluruh dapur MBG sampai audit menyeluruh, transparan, dan partisipatif dilakukan.
“Kami sejak awal mendesak agar seluruh SPPG dihentikan sementara untuk menyelesaikan akar masalah MBG,” kata Ubaid.
Menurut JPPI, penyebab utama maraknya keracunan berasal dari lemahnya sistem pengawasan, distribusi bahan pangan yang tidak layak konsumsi, dan dugaan manipulasi dalam pelaporan hasil pelaksanaan program.
Dalam pernyataan resminya, JPPI menyampaikan tiga tuntutan utama kepada BGN. Pertama, menutup semua dapur MBG (SPPG) secara nasional sampai audit program dilakukan secara menyeluruh agar keselamatan anak tidak terancam.
Kedua, mencabut kebijakan yang mewajibkan guru mencicipi makanan MBG sebelum dibagikan. Ketiga, memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang dengan sadar membiarkan praktik berbahaya tersebut terus terjadi.
JPPI menilai kebijakan yang memaksa guru mencicipi makanan siswa merupakan bentuk pelecehan profesi pendidik.
“Mereka mengemban misi mulia dalam pendidikan, bukan malah diberikan insentif murahan dengan risiko taruhan nyawa karena tugas tambahan sebagai ‘babu’ MBG,” tulis JPPI.
Lebih lanjut, Ubaid menegaskan ribuan korban keracunan MBG tidak bisa lagi disebut kelalaian, melainkan bentuk pembiaran dan pelanggaran tanggung jawab terhadap keselamatan anak-anak.
“MBG ini seharusnya menjadi simbol perhatian negara terhadap anak, bukan bukti abainya negara terhadap nyawa mereka. Sudah saatnya pemerintah berhenti menutup mata dan mengutamakan keselamatan anak di atas segalanya. Janganlah jadikan anak sebagai kelinci percobaan MBG dengan mengatasnamakan program pemenuhan gizi,” ujar Ubaid.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]