WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ribuan anak di berbagai daerah dilaporkan menjadi korban keracunan massal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif pemerintah yang semestinya menghadirkan manfaat gizi tetapi justru berubah menjadi tragedi yang meresahkan masyarakat.
Menurut Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, data yang dihimpun secara langsung dari lapangan oleh Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan mencatat 4.711 penerima manfaat mengalami berbagai macam gejala keracunan, dengan total 45 kasus keracunan tercatat dalam program tersebut.
Baca Juga:
Kasus Keracunan MBG Meledak, BGN Libatkan Polisi hingga BPOM untuk Investigasi
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari menambahkan bahwa tiga lembaga, yakni BGN, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), memiliki data berbeda mengenai jumlah korban, namun secara umum berkisar di angka lima ribu orang.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) Mufti Mubarok menyampaikan keprihatinannya terhadap peristiwa ini.
Ia menegaskan program sosial seperti MBG seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, bukan musibah akibat lemahnya pengawasan distribusi serta standar keamanan pangan.
Baca Juga:
Mendagri Tegaskan Penanganan Awal Keracunan MBG Tanggung Jawab Pemda
“Kejadian ini harus menjadi alarm bagi semua pihak. Pengadaan makanan massal tanpa standar mutu, higienitas, serta rantai distribusi yang jelas, berpotensi besar menimbulkan risiko keracunan. Ribuan korban dari kasus MBG adalah tragedi yang tidak boleh terulang kembali,” ujar Mufti, melalui keterangan tertulis yang diterima WahanaNews.co, Jumat (26/9/2025).
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) juga merilis hasil pemantauan terbaru yang mencatat hingga akhir September 2025 sedikitnya 6.452 anak keracunan setelah menyantap makanan dari program MBG, naik seribu korban dibandingkan minggu lalu yang masih di angka lima ribu.
Sebagai tindak lanjut, BPKN RI mendorong lima langkah konkret. Pertama, audit keamanan pangan program MBG bersama BPOM dan Kementerian Kesehatan dengan menelusuri mulai dari bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi.
Kedua, standarisasi dan sertifikasi penyedia makanan agar seluruh katering memiliki sertifikasi laik hygiene, izin edar BPOM, serta pengawasan rutin dari dinas kesehatan setempat.
Ketiga, sistem monitoring real-time berbasis teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk melacak rantai pasok makanan massal sehingga indikasi kontaminasi bisa dicegah sedini mungkin.
Keempat, peningkatan edukasi konsumen melalui kampanye “Konsumen Cerdas Pangan Sehat” agar masyarakat lebih kritis dalam menerima makanan massal gratis. Kelima, mekanisme gugatan kolektif dengan fasilitasi BPKN melalui jalur class action terhadap penyelenggara MBG yang terbukti lalai.
“BPKN RI berkomitmen untuk mengawal hak-hak konsumen. Negara tidak boleh abai terhadap keselamatan rakyat. Program sosial harus tetap berjalan, namun keselamatan konsumen harus ditempatkan sebagai prioritas utama,” tegas Mufti.
Lebih lanjut, BPKN RI mengajak Kementerian Kesehatan, BPOM, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum untuk berkolaborasi melakukan evaluasi menyeluruh agar MBG ke depan benar-benar menjadi solusi pemenuhan gizi yang aman dan layak, bukan ancaman baru bagi masyarakat.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]