WAHANANEWS.CO, Jakarta - Puluhan ribu anak sekolah menjadi korban keracunan massal akibat program makan bergizi gratis (MBG), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap fakta mencengangkan di balik tragedi ini, yakni 13 temuan serius pada dapur satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang memproduksi makanan tersebut.
Ketigabelas temuan ini diungkap BPOM berdasarkan penelusuran atas kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan yang merebak sepanjang Agustus hingga September 2025.
Baca Juga:
Ribuan Anak Jadi Korban, BPOM Sebut Mayoritas SPPG MBG Bermasalah Minim Pengalaman
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, membeberkan detail temuannya dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI yang secara khusus membahas kasus keracunan MBG pada Rabu (1/9/2025).
Menurut pemaparan BPOM, temuan tersebut mencakup pelanggaran standar keamanan pangan hingga kelalaian distribusi makanan, yang semuanya menimbulkan risiko besar bagi anak-anak penerima program MBG.
Adapun 13 temuan yang dicatat dari KLB keracunan makanan adalah sebagai berikut:
Baca Juga:
Rapat DPR Memanas, Anggota Komisi IX Ungkap SPPG Diisi Anak, Istri hingga Besan Pemilik
1. SPPG tidak memiliki standar Badan Gizi Nasional (BGN) dan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
2. Pengendalian hama/vektor belum efektif.
3. Fasilitas pendingin bahan makanan tidak memadai (jumlah, kesesuaian suhu, dan kalibrasi).
4. Tempat pencucian dan fasilitas pengering ompreng tidak memadai.
5. Pembersihan peralatan dan tray kurang optimal.
6. Pembersihan bangunan dan lingkungan kurang optimal.
7. Pemilihan/penerimaan/penyimpanan bahan baku tidak sesuai standar.
8. Suhu dan waktu pemasakan tidak tercapai.
9. Tidak dilakukan pemantauan tahap kritis, di antaranya suhu lemari pendingin dan suhu internal produk.
10. Penjamah pangan belum terpapar pengetahuan terkait keamanan pangan.
11. Praktik baik selama proses pengolahan tidak dilaksanakan/tidak konsisten, misalnya penggunaan masker, sarung tangan, dan hair net.
12. Distribusi makanan lebih dari 4 jam setelah proses pemasakan.
13. Distribusi MBG ke sekolah tidak berdasarkan urutan batch waktu pemasakan/makanan bercampur antar batch.
Taruna menekankan, mayoritas dapur SPPG yang menjadi sumber keracunan ternyata baru beroperasi tanpa persiapan matang.
"Berdasarkan data kami sebagai pengawas, kejadian terjadinya masalah ratusan kasus dan ribuan anak-anak kita jadi korban karena di SPPG-nya yang menjadi problem. Dan mungkin mayoritas dari mereka belum memiliki sertifikat laik hygiene sanitation," kata Taruna.
Ia menambahkan, dari 19 SPPG yang bermasalah, 18 di antaranya ternyata baru beroperasi kurang dari sebulan sebelum terjadi KLB.
"Data ini menunjukkan, 18 dari 19 SPPG yang bermasalah tadi ternyata itu semua yang masih menimbulkan masalah sekarang ini (keracunan makanan). Sehingga kita lihat mulai dari bulan Juli sampai dengan September awal ini, itu meningkat karena masalahnya di SPPG tersebut," jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa total korban keracunan makanan MBG mencapai 6.457 orang hingga Selasa (30/9/2025).
Dari jumlah itu, 1.307 kasus terjadi di wilayah I (Sumatera), 4.147 kasus di wilayah II (Jawa), dan 1.003 kasus di wilayah III (Indonesia Timur).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]