WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan (DPR) Amerika Serikat Kevin McCarthy membuka penyelidikan guna memakzulkan Presiden Joe Biden dari jabatan.
Penyelidikan yang dapat mengarah pada pemakzulan seorang presiden ini dilakukan DPR AS setelah McCarthy, politikus Partai Republik, mengklaim pihaknya telah menemukan bukti kuat mengenai dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Biden dan keluarganya selama menjabat di Gedung Putih.
Baca Juga:
Presiden AS Joe Biden: Perang Israel-Hamas di Gaza Bukan Genosida
"Saya mengarahkan komite DPR kami untuk membuka penyelidikan pemakzulan resmi terhadap Presiden Joe Biden," kata McCarthy seperti dikutip AFP, Selasa (12/9).
"Ini adalah tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, upaya menghalangi hukum, dan korupsi," papar McCarthy menambahkan.
Biden tersandung kasus terkait urusan bisnis putranya, Hunter, kala ia masih menjadi wakil presiden mendampingi Barack Obama.
Baca Juga:
Presiden AS Joe Biden Membubarkan Ancaman Serangan Iran terhadap Israel
Namun, tak pernah ada bukti kredibel yang membuktikan presiden berusia 80 tahun itu terlibat dalam suatu kasus ilegal.
Sejak menguasai mayoritas kursi di Dewan Perwakilan AS, Partai Republik terus melancarkan penyelidikan terhadap keluarga Biden. Sejumlah pihak menilai Partai Republik sengaja menargetkan Hunter demi menjegal Biden di Gedung Putih dan rencana soal melenggang lagi di Pilpres 2024 mendatang.
Guna memuluskan hal ini, partai Republik pun menekan McCarthy selama berbulan-bulan agar segera membuka penyelidikan pemakzulan.
McCarthy sendiri sejak awal menyatakan bahwa penyelidikan terkait pemakzulan Biden harus dimulai lewat pemungutan suara di DPR. Namun, karena tekanan ini, ia mau tak mau manut terhadap keinginan Partai Republik.
Juru bicara Gedung Putih, Ian Sams, pun menyesalkan keputusan McCarthy. Sams lantas menuduh McCarthy merangkul "politik ekstrem yang paling buruk."
"DPR telah menyelidiki Presiden [Biden] selama 9 bulan dan mereka tidak menemukan bukti kesalahan," ujarnya di X (sebelumnya adalah Twitter).
Anggota parlemen dari Partai Demokrat sejauh ini mengecam penyelidikan tersebut. Mereka menilai langkah ini dimaksudkan untuk membalas dendam atas dua kali upaya DPR untuk memakzulkan Trump.
Trump merupakan satu-satunya presiden AS yang menghadapi upaya dimakzulkan sampai dua kali oleh DPR. Pada 2019, DPR mendakwa Trump menyalahgunakan kekuasaan dan menghalang-halangi Kongres usai meminta Ukraina menyelidiki Biden dan putranya atas tuduhan korupsi.
Pada 2021, DPR kembali memakzulkan Trump atas tuduhan menghasut pemberontakan terkait serangan terhadap Gedung Capitol.
Namun, seluruh upaya pemakzulan Trump itu gagal di tingkat Senat, yang saat itu mayoritas Senator merupakan politikus Partai Republik. Trump pun mengaku tak bersalah dan menyebut upaya pemakzulan dirinya sebagai "perburuan penyihir" politik.
[Redaktur: Sandy]