WahanaNews.co, Jakarta - Menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kriteria yang diharapkan dari pemimpin Indonesia .
Dalam acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi) yang berlangsung di Istora Senayan, Jakarta, pada Sabtu (7/10/2023), Jokowi menyatakan keinginannya untuk memiliki pemimpin yang berani, penuh keberanian, dan siap menghadapi risiko.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Dalam pidatonya, Jokowi menjelaskan bahwa ke depannya Indonesia akan dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks, sulit, dan tidak mudah.
Dia juga mengaitkan pidatonya dengan kebijakan yang pernah dia ambil, seperti penghentian ekspor nikel pada tahun 2020 yang menyebabkan Uni Eropa sebagai salah satu importir nikel menggugat Indonesia.
Jokowi meminta publik untuk membayangkan apabila pemimpin Indonesia takut dan mundur gara-gara digugat oleh Uni Eropa. Menurutnya, jika hal itu terjadi, maka Indonesia hanya bisa mengekspor bahan mentah secara terus-menerus.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Ekspor bahan mentah memiliki nilai ekonomi yang rendah. Berbeda dengan ekspor barang jadi yang bernilai lebih besar. Hal ini juga berlaku untuk mineral kritis lain, tak hanya nikel.
“Kita punya tembaga, bauksit, timah, dan lain-lainnya, yang sudah lebih dari 400 tahun sejak VOC kita ekspor selalu mentah, sehingga nilai tambahnya nggak (ada),” ujar Jokowi.
Dia lantas bercerita bahwa menteri-menterinya kala itu bertanya langkah selanjutnya usai gugatan dari Uni Eropa muncul. Dengan tegas, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia harus menghadapi gugatan itu.
“Carikan pengacara yang baik, kita hadapi. Jangan kita digugat, kita mundur, nggak jadi lagi barang ini nanti.”
Dalam pidato tersebut, Jokowi juga menjawab pertanyaan mengenai manfaat yang dirasakan oleh rakyat sebagai akibat dari penghentian ekspor nikel. Dia mengadakan perbandingan antara nilai ekspor nikel yang sebelumnya hanya sekitar Rp17 triliun. Setelah nikel tersebut diolah menjadi barang jadi, seperti besi baja atau stainless steel, nilai ekspornya meningkat menjadi Rp510 triliun.
Jokowi menjelaskan bahwa keuntungan ini dirasakan secara langsung oleh rakyat karena masuk ke dalam dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kemudian digunakan untuk penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat. Selain itu, dengan adanya industri pengolahan mineral yang berkembang, peluang kerja juga semakin terbuka.
Meskipun Indonesia kalah dalam gugatan yang diajukan oleh Uni Eropa terkait penghentian ekspor nikel tersebut, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menghadapinya dengan mengajukan banding.
Jokowi mengungkapkan, inilah arah Indonesia untuk bisa menjadi negara maju. Untuk itu, dia berpesan pada masyarakat agar bijak dan berhati-hati dalam memilih pemimpin.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]