WAHANANEWS.CO, Jakarta - MARTABAT Prabowo-Gibran mendesak Menteri Koperasi dan UKM untuk memasukkan isu pengelolaan sampah sebagai salah satu unit usaha strategis dalam pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KopDes), menyusul Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang percepatan pembentukan 80.000 KopDes di seluruh Indonesia.
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menilai bahwa tujuh unit usaha yang diwajibkan dalam struktur KopDes masih belum menyentuh akar permasalahan nyata di desa dan kelurahan, yakni persoalan sampah domestik yang semakin menggunung tanpa pengelolaan terpadu.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dukung Gubernur Jabar Desak Pabrik Mobil BYD China di Kawasan Metropolitan Rebana Subang Berdayakan Tenaga Kerja Lokal
“Presiden Prabowo telah memberi landasan yang sangat progresif dengan memprioritaskan koperasi sebagai motor pembangunan desa. Tapi kita tidak boleh melupakan bahwa di balik kemajuan ekonomi, ada bom waktu lingkungan, yakni gunung sampah. Kami meminta Menteri Koperasi untuk segera menjadikan pengelolaan sampah sebagai salah satu unit usaha wajib dalam ekosistem KopDes,” tegas Tohom saat dihubungi WAHANANEWS.CO, Sabtu (3/5/2025).
Ia menilai bahwa paradigma pembangunan koperasi desa tak boleh sekadar memenuhi kebutuhan dasar seperti sembako atau layanan kesehatan, tapi juga harus menyentuh dimensi keberlanjutan lingkungan.
“Jika koperasi hanya bicara soal sembako dan simpan pinjam, kita sedang menggali lubang untuk generasi selanjutnya. Sampah adalah persoalan hari ini dan akan jadi krisis nasional jika tak kita kelola dengan sistematis sejak level desa,” tambahnya.
Baca Juga:
Atasi Masalah Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Minta Pemda Tiru Pemkab Pandeglang Pinjam Uang ke Bank untuk Biayai Pembangunan Infrastruktur
Menurut Tohom, unit pengelolaan sampah bisa dikelola secara koperatif dengan model circular economy, memberdayakan pemuda desa dan membuka peluang usaha dari sektor daur ulang dan energi terbarukan.
Ia juga mengungkapkann perlunya sinergi antar-kementerian agar sistem ini tidak hanya jadi formalitas kelembagaan.
“Kami mendukung penuh tujuh unit usaha dasar KopDes. Tapi harus ada keberanian dari Menkop untuk membuat delapan atau sembilan unit usaha jika memang realitas lapangan menuntut itu. Apalagi sampah sudah menjadi sumber konflik sosial di beberapa daerah,” ujarnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menyatakan bahwa isu lingkungan seperti sampah justru menjadi tantangan utama dalam aglomerasi perkotaan dan pedesaan yang kini saling bertaut.
“Dalam banyak aglomerasi, perbatasan desa dan kota sering jadi titik akumulasi limbah. Jika KopDes tak diberi mandat untuk mengurus ini, maka dia hanya jadi etalase ekonomi semata, tanpa daya lenting sosial dan ekologis,” ujarnya lagi.
Ia pun menilai penting bagi pemerintah daerah dan pusat untuk memiliki visi terpadu dan tidak terjebak pada angka target pendirian koperasi semata.
Tanpa substansi yang kuat, menurutnya, 80.000 koperasi hanya akan jadi tumpukan badan hukum tanpa dampak nyata.
“Idealnya, koperasi bukan sekadar badan hukum, tapi roh perjuangan desa. Dan perjuangan itu, hari ini, harus mencakup perjuangan melawan bencana sampah,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]