WahanaNews.co | KPK
telah menetapkan 3 tersangka dalam OTT di Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka adalah
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah; Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov
Sulsel, Edy Rahmat; dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.
Terjeratnya Nurdin dalam kasus suap dan gratifikasi di KPK
tentu mengagetkan banyak pihak. Sebab selama ini, Nurdin dikenal sebagai sosok
kepala daerah yang berprestasi. Adapun juru bicaranya sebelumnya menyebut
Nurdin bukan terjaring OTT KPK, melainkan hanya dijemput saat tidur.
Baca Juga:
Tim Polibatam Raih Prestasi di National Robotics Competition Singapura 2024
Meski demikian, KPK berkeyakinan Nurdin terlibat kasus suap.
Keyakinan KPK lantaran Nurdin diduga kerap mengarahkan Edy agar memenangkan
Agung dalam proyek-proyek di Sulsel. Sehingga biaya operasional kegiatan Nurdin
tetap bisa dibantu Agung.
"NA (Nurdin Abdullah) mengatakan yang penting
operasional kegiatan NA tetap bisa dibantu oleh AS (Agung Sucipto)" ujar
Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta,
Minggu (28/2) pagi.
Firli menyebut, Agung telah lama mengenal baik Nurdin sejak
masih menjabat Bupati Bantaeng. Agung pun ingin mendapatkan proyek
infrastruktur di Sulsel pada 2021.
Baca Juga:
KPK Akan Lelang Barang Rampasan Nurdin Abdullah
Adapun sebelumnya AS telah mengerjakan beberapa proyek lain
di Sulsel di antaranya:
a. Peningkatan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan
di Kab. Sinjai/Bulukumba (DAK Penugasan) TA 2019 dengan nilai Rp 28,9 miliar.
b. Pembangunan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan
(DAK) TA 2020 dengan nilai Rp 15,7 miliar.
c. Pembangunan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan
1 1 Paket (APBD Provinsi) dengan nilai Rp 19 miliar.
d. Pembangunan Jalan, Pedisterian Dan Penerangan Jalan
Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Prov. Sul-Sel 2020 ke Kab. Bulukumba) TA
2020 dengan nilai proyek Rp 20,8 miliar
e. Rehabilitasi Jalan Parkiran 1 Dan Pembangunan Jalan
Parkiran 2 Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Prov. Sul-Sel 2020 ke Kab.
Bulukumba) TA 2020 dengan nilai proyek Rp 7,1 miliar.
"Sejak bulan Februari 2021, telah ada komunikasi aktif
antara AS dengan ER (Edy) sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan
NA untuk bisa memastikan agar AS mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya
di tahun 2021," ucap Firli.
Firli menyebut dalam beberapa komunikasi itu, diduga ada
tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang akan
dikerjakan Agung.
"Sekitar awal Februari 2021, NA sedang berada di
Bulukumba bertemu dengan ER dan AS yang telah mendapatkan proyek pekerjaan
Wisata Bira," kata Firli.
"NA menyampaikan pada ER bahwa kelanjutan proyek Wisata
Bira akan kembali dikerjakan oleh AS yang kemudian NA memberikan persetujuan
dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail
Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022," lanjutnya.
Kemudian pada akhir Februari, Edy menyampaikan ke Nurdin
bahwa fee proyek yang dikerjakan Agung sudah diberikan kepada pihak lain. Atas
penyampaian tersebut, Nurdin menyatakan terpenting Agung tetap bisa membantu
operasionalnya.
"AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga
menyerahkan uang sekitar Rp 2 miliar kepada NA melalui ER," kata Firli.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Firli menyatakan Nurdin
diduga turut menerima gratifikasi dari beberapa kontraktor lain terkait proyek
infrastruktur. Berikut daftar dugaan penerimaan gratifikasi Nurdin:
- Akhir 2020: Nurdin menerima uang sebesar Rp 200 juta.
- Pertengahan Februari 2021: Nurdin melalui ajudannya,
Samsul Bahri, menerima uang Rp 1 miliar.
- Awal Februari 2021: Nurdin melalui Samsul kembali menerima
uang Rp 2.2 miliar.
Sehingga total suap dan gratifikasi yang diterima Nurdin
terkait proyek infrastruktur di Sulsel mencapai Rp 5,4 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12
huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara Agung selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1)
huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [qnt]