WAHANANEWS.CO, Jakarta - Lonjakan kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali memicu kekhawatiran publik, terutama soal siapa yang bertanggung jawab atas biaya medis para korban yang terus bertambah.
Pada Kamis (9/10/2025) di Jakarta, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa biaya perawatan medis korban keracunan MBG akan ditanggung BPJS Kesehatan selama kejadian tersebut belum ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa atau KLB.
Baca Juga:
Pastikan MBG Aman Dikonsumsi, Dokkes Polres Nias Lakukan 'Safety Food' di SPPG YKB
"Sepanjang tidak ada declare bahwa itu masalah terkait dengan KLB, kalau KLB lokal maka tanggung jawabnya pemda," ujar Ali Ghufron Mukti menekankan batasan tanggung jawab lembaganya.
Namun, Ali Ghufron juga mengingatkan dengan tegas bahwa jaminan pembiayaan itu hanya berlaku untuk peserta yang terdaftar dalam BPJS Kesehatan.
"BPJS Kesehatan hanya menjamin peserta BPJS, masa bukan (peserta) BPJS dijamin oleh BPJS?" ujarnya mempertanyakan.
Baca Juga:
Pelaku Pembunuhan yang Membawa Kabur Pajero Dijambi Berhasil Ditangkap Polisi
Keracunan MBG terus menjadi sorotan setelah ribuan warga dilaporkan mengalami gejala keracunan di berbagai wilayah sejak program tersebut berjalan.
Kepala Badan Gizi Nasional atau BGN Dadan Hidayana menyebutkan bahwa hingga 30 September 2025 terdapat lebih dari 6.457 orang terdampak dari beberapa wilayah yang melaporkan kasus serupa.
"Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang," kata Dadan saat rapat di Komisi IX DPR RI.
" Kemudian, wilayah III ada 1.003 orang," ujarnya menambahkan rincian data sebaran korban.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan ikut mencatat sedikitnya 60 insiden keracunan menu MBG dengan total 5.207 penderita hingga pertengahan September 2025 menurut laporan resmi mereka.
BPOM juga merilis data serupa yang menyebutkan adanya 55 kasus dengan 5.320 penderita dan menegaskan bahwa Jawa Barat menjadi wilayah dengan tingkat keracunan MBG tertinggi.
Pemerintah menyatakan tidak tinggal diam dan mulai mengambil sejumlah tindakan cepat untuk menekan potensi kasus serupa agar tidak meluas.
Langkah pertama yaitu menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG atau dapur umum MBG yang dinilai bermasalah di berbagai daerah penyelenggara program.
Selain itu, setiap SPPG kini diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi atau SLHS sebagai standar dasar kelayakan dapur sebelum memberikan layanan makan kepada masyarakat.
Evaluasi juga dilakukan terhadap juru masak hingga sistem pengelolaan limbah dapur agar tidak lagi memicu kontaminasi yang berujung pada keracunan massal.
Pemerintah turut berencana memperbaiki tata kelola BGN termasuk memerintahkan lembaga tersebut merekrut juru masak atau koki yang terlatih agar kualitas penyajian makanan lebih terjamin.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]