Lebih lanjut Rida menyampaikan, dengan tidak adanya kenaikan tarif listrik sejak tahun 2017, maka ini berdampak pada kompensasi yang diberikan pemerintah kepada PT PLN (Persero). Adapun dana kompensasi ini juga diambil dari APBN. Dana kompensasi ini untuk menutupi selisih antara tarif keekonomian pelanggan non subsidi dengan tarif yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kita tahan (tariff adjustment), berdampak ke kompensasi pemerintah, karena keputusan pemerintah pasti dasarnya APBN," ucapnya.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Ke depan, imbuhnya, akan ada review dari tariff adjustment ini. Dalam menentukan tariff adjustment ini, menurutnya banyak pihak yang terlibat karena ini akan berdampak ke inflasi, dan lainnya.
"Tapi kita, kami sebagai Dirjen, siapkan asumsi dana dan skenario, keputusan tentu saja ke pimpinan," jelasnya.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian) bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non subsidi tahun depan.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan rencana ini bakal dilaksanakan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik.
"Tahun 2022 apakah akan diterapkan tariff adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar, kompensasi tariff adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan," paparnya kepada CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021).
Tariff adjustment merupakan tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non subsidi PT PLN (Persero). Semestinya, tarif listrik bagi golongan pelanggan non subsidi ini bisa berfluktuasi.