WahanaNews.co, Jakarta - Kualitas udara yang buruk yang saat ini melanda Indonesia masih tetap menjadi perhatian serius. Banyak masyarakat yang mengalami sakit dan terdampak negatif oleh buruknya kualitas udara tersebut.
Belum lama ini, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI, mengungkapkan kapan waktu terbaik untuk kualitas udara di Indonesia dalam sehari. Ternyata, berbeda dengan pandangan umum, waktu terbaik untuk kualitas udara di Indonesia adalah pada sore hari.
Baca Juga:
Peneliti Sebut Kemiskinan dan Polusi Punya Dampak Buruk Buat Otak
Berdasarkan hasil pemantauan terbaru kualitas udara, terutama di wilayah Jabodetabek, Budi menyatakan bahwa tingkat partikulat meter (PM) 2,5 mulai menurun menjelang malam, sementara pada pagi hari tingkat PM 2,5 cenderung meningkat seiring dengan intensitas sinar matahari yang semakin kuat.
Sebelumnya, kita berpikir bahwa kualitas udara paling baik atau paling bersih terjadi di pagi hari. Namun, kenyataannya berbeda. Ternyata, kualitas udara terbaik di Indonesia terjadi pada pukul 4-5 sore.
"Saya juga baru tahu. Kalau kita berpikir pagi itu yang paling bersih udaranya, itu salah besar. Ternyata yang paling bersih PM 2,5 itu jam 4 sampai jam 5 sore," kata Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8).
Baca Juga:
Jadi Solusi Masalah Krisis Iklim Global, Apa Itu Mikroalga?
Berdasarkan temuan tersebut, Budi mengimbau warga Jabodetabek untuk berolahraga di sore hari ketimbang pagi hari.
"Kalau mau lari, jangan lari pagi, lari sore. Ini datanya real," ujarnya.
Menurut Budi, data pemantauan itu berasal dari alat yang juga digunakan China dalam meminimalisir polusi udara di Ibu Kota mereka. Budi pun mengatakan Indonesia saat ini sudah memiliki total 674 alat tersebut yang harganya berkisar Rp3-4 juta per alat.
Ia menginginkan agar alat-alat tersebut dipasang di sejumlah titik, sehingga pemerintah memiliki data yang akurat dan real time terkait kondisi kualitas udara di daerah tersebut.
Namun menurutnya, KLHK menyepakati untuk menyediakan satu alat canggih dan akan dipasang di sekitaran GBK.
Selain itu, Budi juga menyarankan agar pemerintah memaksimalkan penggunaan empat alat lainnya untuk mengidentifikasi penyebab polutan, sehingga nantinya pemerintah tidak salah arah dalam memutuskan intervensi atas permasalahan polusi udara ini.
Empat alat itu, yakni high volume air sampler, gas chromatography mass spectrometry, X-ray fluoresence, dan fourier transform infra red.
Guna melindungi diri dari paparan polusi udara yang bisa memicu penyakit pernapasan, Budi mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker jenis KF94 dan KN95.
"Beban kita paling besar adalah untuk penanganan kuratifnya. Preventifnya kita, instrumentasi kita, adalah edukasi dan pakai masker, maskernya jenisnya juga sudah kita sampaikan, dan sudah diputuskan itu mandatory," kata Budi, melansir CNN Indonesia.
Alasan Budi memilih jenis masker KF94 dan KN95 adalah karena kedua masker tersebut aman dan mampu menahan partikulat meter (PM) 2,5. Menurutnya, PM 2,5 berbahaya lantaran partikel kecil itu mampu masuk ke pembuluh darah hingga ke paru-paru.
"Tapi maskernya yang KF94 atau KN95 minimum, yang memiliki kerangketan untuk menahan PM2,5, karena yang bahaya itu 2,5," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]