WAHANANEWS.CO, Kota Depok – Pagi ini suasana Gymnasium Universitas Indonesia (UI) tampak seperti taman bermain. Bukan karena tempat ini tiba-tiba dipenuhi ayunan atau jungkat-jungkit, melainkan karena hari ini dimulai dengan pertandingan kategori Usia Dini Putra (UDPA). Lapangan dipenuhi dengan anak-anak usia dini yang sangat bersemangat saling memukul shuttlecock menyebrangi net, Selasa (24/6/2025).
Hangat suasana di gymnasium karena atlet kanak-kanak ditemani keluarga dan sanak-saudara berkemas untuk bertanding. Lucu rasanya melihat para atlet cilik ini melakukan pemanasan, melompat-lompat kecil, berlatih menangkis di sebelah lapangan, bahkan ada yang tidak lupa untuk minum susu terlebih dahulu sebelum bertanding.
Baca Juga:
Indonesia Sapu Bersih Inggris di Pembuka Piala Sudirman 2025
Situasi di Balairung tidak kalah seru. Pertandingan dilanjutkan untuk melihat siapa yang akan maju ke babak final di hari Minggu nanti. Balairung tetap ramai dipenuhi pendukung dari berbagai daerah, dan terlihat bertambah ramai dibandingkan dengan hari sebelumnya. Banyak pendukung yang membawa rombongan, serta cara mendukung yang unik. Salah satunya dengan membawa terompet dan juga megafon mainan untuk atribut pendukung. Begitu juga dengan kondisi bazar yang masih ramai dipenuhi pengunjung. Gelora Sirkuit Nasional C FISIP UI Open akan terus berlangsung hingga final menanti.
Ibu Iin Inayati: Selagi Anak Senang, Saya Pasti Dukung
Keluarga alet cilik gelar tikar di stadion
Baca Juga:
Raih Empat Runner-Up, Tim Bulutangkis Indonesia Belum Pecah Telur di Eropa
Banyak keunikan pendukung yang dapat diamati selama berlangsungnya pertandingan FISIP UI OPEN 2025. Salah satu yang menarik perhatian Tim Media dan Publikasi adalah seorang ibu yang kerap menggelar tikar di area tribun. Rasa penasaran kian meningkat, kami menghampiri dan berbincang sedikit dengan beliau. Ternyata alasannya adalah untuk memberikan alas tidur kepada sopir yang telah menyetir rombongan pendukung hingga Depok. Ibu Iin Inayati datang dengan rombongan dari Banten untuk mendukung anaknya yaitu Adzkia Aghnie Nurhakim dari klub KAYP1 Champion Academy. Ibu Iin sedikit bercerita tentang ketekunan Adzkia dalam olahraga bulu tangkis. Dorongan Ibu Iin dan suaminya sangat kuat karena melihat betapa senangnya Adzkia dalam menekuni bulu tangkis. Ayahnya memiliki prinsip: “Jika sudah tertarik untuk berkecimpung dalam suatu bidang, jangan sampai tanggung dan harus benar-benar serius.” Akhirnya, Adzkia diikutsertakan dalam klub bulu tangkis.
Meski di umur yang masih cukup muda, Ibu Iin mendorong secara penuh kehidupan Adzkia sebagai atlet. Alasan Ibu Iin yakin untuk mendukung karir bulu tangkis anaknya cukup sederhana, beliau senang melihat anaknya melakukan apa yang disukai dan punya kegigihan yang tinggi. Bahkan Ibu Iin dan keluarga selalu hadir di setiap perlombaan yang diikuti oleh Adzkia. Ibu Iin juga tetap mendidik Adzkia agar tekun menuntut ilmu dan terus semangat belajar, meskipun di tengah-tengah kesibukan menjadi seorang atlet.
Teriakan Pembangkit Semangat Kemenangan
Pebulutangkis Willy (paling kiri) dan Keluarga.
Dalam babak penyisihan, ada satu anak yang menarik sekali untuk ditonton. Sebagai penonton yang menyaksikan dari atas tribun, atlet yang satu ini sangat memancing perhatian karena terus meneriakan sorakan kuat saat mendapatkan poin. Semangat bermainnya seakan-akan memanggil penonton untuk terus memperhatikan. Begitu pukulan akhir menyatakan pertandingan selesai, Tim Media dan Publikasi pada akhirnya memutuskan untuk menghampiri atlet dan keluarganya karena berhasil mencetak skor untuk lolos ke babak berikutnya.
Willy Adam Shofyan namanya, biasa dipanggil Willy. Usianya baru 10 tahun, namun sudah memiliki semangat bertanding yang luar biasa. Sejak dulu, ia memang senang berteriak setelah mencetak skor, alasannya sederhana: “Biar seru aja,” timpal Willy. Terbukti permainannya terlihat seru dan menarik perhatian. Ketertarikannya terhadap olahraga bulu tangkis muncul sejak usia 6 tahun dan setelahnya, ia terus giat berlatih hingga kini bergabung ke dalam klub Tunas Dunia hingga sudah 2 kali mengikuti lomba. Willy kerap membagikan rutinitas latihannya yang dilakukan sehari sekali. Mulai dari skipping, bayangan, drilling, dan lainnya. Willy berharap, untuk babak berikutnya ia bisa lolos dan meraih juara di akhir.
Kedua orang tua Willy, adiknya, dan juga pelatihnya, coach Dimas ikut serta menemani pertandingan Willy hari ini. Ibu dari Willy berkata bahwa, tidak peduli berapapun skornya selama pertandingan, maju terus dan tidak menyerah adalah kunci. “Saya selalu ajarin untuk gak panik dan semangat terus aja walau gak dapet skor, main terus sampai akhir.” Ucap Ibunda Willy saat membahas selisih satu skor pada akhir pertandingan Willy tadi.
“Obat” Rani untuk Kejenuhan Kehidupan Atlet
Pebulutangkis Rani (tengah) dengang Tim Media Publikasi FISIP UI OPEN 2025
Karena hari sudah menunjukkan jam setelah makan siang, Tim memutuskan untuk menambah energi dengan pergi ke meja kopi dan teh yang disediakan untuk panitia. Di kala mengaduk kopi, kami mendengar teriakan dukungan dari tribun atas. Hanya satu nama yang mereka teriakkan berkali-kali: “Rani.” Mulai dari teman-teman seumuran hingga orang tua dan pelatih, hanya nama itu yang mereka lantangkan.
Setelah mendengar nama tersebut, kami mencari Rani dan menyadari bahwa ia bermain di lapangan persis depan meja kopi dan teh. Kami menonton Rani yang terlihat bermain dengan tenang tetapi dengan pukulan yang penuh dengan kekuatan. Setelah beberapa menit pertandingan, Rani berhasil untuk maju ke babak berikutnya.
Kami membiarkan Rani untuk naik dan istirahat ke tribun atas, lalu menghampirinya untuk berbincang santai. Ternyata, di balik kekuatan dalam pukulannya, Rani adalah perempuan berumur 13 tahun yang pemalu dan lemah lembut. Rani berasal dari Exist Badminton di Cibinong dan sudah dari lama menetap di asrama untuk berfokus menjadi atlet bulu tangkis. Rani bercerita, FISIP UI Open 2025 adalah pertandingan pertamanya di tahun ini. Kami pikir FISIP UI Open adalah pertandingan paling besar yang pernah Rani ikuti. Nyatanya, Rani pernah bertanding di Sirkuit Nasional (SIRNAS) Premier beberapa waktu lalu.
Rani menceritakan kesehariannya di asrama sedari bangun hingga tidur. “Aku bangun, turun ke bawah buat makan, sholat, latihan badminton, terus tidur. Abis itu aku bangun lagi, terus makan, sholat, latihan, dan tidur lagi.” Dalam satu hari, biasanya latihan terbagi menjadi dua hingga tiga sesi. Rani mengaku, terkadang ia bosan dengan rutinitas yang monoton. Akan tetapi, menghabiskan waktu setelah latihan bersama teman-temannya berhasil untuk mengobati rasa bosan itu. Rani senang mengobrol dengan teman-teman setelah latihan, maupun sebelum tidur. Menjadi atlet pasti penuh dengan tantangan termasuk rasa jenuh yang kalut. Namun, dengan hal sesimpel menghabiskan waktu dengan teman-teman yang disayangi, Rani membuktikan bahwa dengan dukungan sekecil itu, tantangan sesulit apapun pasti bisa dihadapi. Semangat untuk besok, Rani! (Seremonia)
(Redaktur: Zahara Tio)