Oleh GATOT WIDAKDO
Baca Juga:
Gregoria Mariska Persembahkan Medali Pertama Bagi Indonesia di Olimpiade 2024 Paris
LEGENDA bulutangkis Indonesia, Markis Kido,
telah tenang di tempat peristirahatan terakhirnya.
Juara Olimpiade Beijing 2008 di sektor ganda
putra ini dimakamkan di TPU (Tempat Pemakaman Umum) Kebon Nanas, Jakarta Timur,
Selasa (15/6/2021).
Baca Juga:
Tragedi di Lapangan: PBSI Singgung Peran Wasit dalam Kematian Zhang Zhi Jie
Markis Kido dimakamkan di makam ayahnya,
Djumhar Bey Anwar, yang telah lebih dahulu meninggal, pada 2 April 2008.
Keluarga, sahabat, dan komunitas bulutangkis
telah ikhlas mengantar Kido ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal dan
menjadi pertanyaan.
Yakni, soal tidak bisa diwujudkannya harapan
keluarga untuk bisa memberikan penghormatan terakhir kepada Kido dengan
memakamkan almarhum di Taman Makam Pahlawan.
Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk
komunikasi dengan pihak Kemenpora dan KONI.
Beberapa wartawan juga mencoba membantu dengan
menghubungi para kolega.
Namun, upaya itu tak berhasil.
Pihak keluarga pun akhirnya melupakan harapan
itu.
Lalu apa artinya sebutan pahlawan olahraga?
Apa artinya piagam Satya Lencana yang diberikan
pemerintah?
Apa manfaat penghargaan itu?
Atau semua ini hanya sekadar seremonial belaka?
Sadarkah kita bahwa bendera Merah Putih bisa
berkibar dan lagu kebangsaan Indonesia
Raya bisa berkumandang di luar negeri karena hanya dua alasan?
Pertama, kunjungan Presiden. Kedua, saat atlet
Indonesia memenangkan event olahraga.
Atlet berjuang dengan tenaga, keringat, bahkan
darah dan air mata.
Mereka berjibaku pantang menyerah untuk
mengharumkan nama bangsa.
Jadi, sungguh ironis jika masih ada yang
meragukan kepahlawanan atlet yang mereka sebut pahlawan olahraga itu.
Bung Karno mengatakan, bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai pahlawannya!
Lalu, lupakah kita dengan pesan bijak pendiri
bangsa kita ini?
Tak heran jika akhirnya Candra Wijaya (juara
Olimpiade 2000 Sydney) dan Tontowi Ahmad (juara Olimpiade 2016 Rio De Janeiro)
terlihat begitu skeptis dengan semua simbol penghargaan yang mereka dapatkan
serupa dengan Markis Kido.
Di pemakaman Kido mereka tertunduk.
Mungkin juga mereka merenung untuk mencoba melupakan
simbol penghargaan yang mereka terima.
Kolega wartawan pun ada yang berkelakar,
mungkin perlu ada organisasi atau perkumpulan yang peduli membuat Taman Makam
Khusus Pahlawan Olahraga.
Dengan demikian, kita tidak akan dicap sebagai
generasi yang mengingkari pesan bijak Pendiri Bangsa, Bung Karno.
Saya sendiri mulai skeptis.
Bahkan, sulit rasanya untuk menyanggah pikiran
nakal.
Bahwa siapa pun pejabat atau pengurus olahraga
yang menyebut atlet itu pahlawan bangsa, maka dia sejatinya pahlawan kesiangan.
(Gatot
Widakdo, Konsultan Media dan Komunikasi)-dhn
Artikel
ini telah tayang di Kompas.com dengan
judul "Pahlawan Olahraga dan
Pahlawan Kesiangan", Klik untuk baca:www.kompas.com/sports/read/2021/06/17/06400088/pahlawan-olahraga-dan-pahlawan-kesiangan.