WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang penolakan terhadap partisipasi Israel di sepak bola internasional kian menggema setelah 51 atlet dari berbagai belahan dunia resmi menandatangani petisi yang ditujukan kepada UEFA.
Pada Senin (29/9/2025), kampanye tersebut mencuat sebagai babak baru yang signifikan ketika pesepak bola asal Prancis ini tampil di garda terdepan memimpin gerakan.
Baca Juga:
Mathias Pogba, Mantan Pemain MU dan Juventus Dipenjara 3 Tahun karena Kasus Pemerasan
Petisi yang digerakkan oleh koalisi bertajuk "Athletes 4 Peace" ini menuntut UEFA melarang Israel tampil di seluruh kompetisi sepak bola internasional hingga negara itu mematuhi hukum internasional terkait konflik Gaza.
Kehadiran Pogba membuat kampanye ini tak bisa dianggap enteng, sebab keterlibatannya menghadirkan sorotan global yang masif.
Selain Pogba, sejumlah atlet kenamaan juga bergabung, di antaranya Hakim Ziyech, eks pemain Chelsea dan Ajax; Cheick Doucoure, gelandang Crystal Palace yang masih aktif di Liga Primer; Sam Morsy, mantan kapten Ipswich Town; serta Moeen Ali, mantan bintang kriket Inggris.
Baca Juga:
Pogba Disebut Diancam Pemerasan Geng Internasional
Kekuatan simbolik para atlet ini mempertegas bahwa gerakan tersebut bukan sekadar suara pinggiran, melainkan desakan serius dari komunitas olahraga internasional yang merasa memiliki tanggung jawab moral.
Pemicu utama yang mengkristalkan perlawanan ini adalah wafatnya Suleiman al-Obeid, legenda sepak bola Palestina yang dijuluki "Pele dari Palestina", pada Agustus lalu.
Tragedi kemanusiaan ini menjadi simbol penderitaan warga sipil Gaza, khususnya kalangan atlet, di tengah konflik berkepanjangan.
Kemarahan kian meluas setelah Mohamed Salah, bintang Liverpool asal Mesir, melontarkan kritik keras kepada UEFA karena hanya memberikan penghormatan kepada al-Obeid tanpa menyebutkan bahwa ia meninggal akibat serangan Israel.
Sikap UEFA tersebut dianggap sebagai bentuk kelalaian yang menutupi kebenaran, memicu kecaman luas dari publik internasional.
Gerakan para atlet juga menemukan legitimasi moral dan hukum dari laporan resmi PBB yang menegaskan agar badan olahraga dunia tidak boleh menutup mata terhadap apa yang disebut sebagai "genosida yang sedang berlangsung" di Gaza.
Kombinasi antara tragedi personal (kematian al-Obeid), kekecewaan terhadap UEFA, serta pembenaran dari lembaga internasional membentuk fondasi kokoh bagi gerakan ini untuk mendesak tindakan nyata.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]