WahanaNews.co | Penggemar bulutangkis Indonesia mendapat
kejutan tak enak, Kamis (18/3/2021) subuh WIB, lewat unggahan akun Instagram Marcus Gideon.
Rekan duet
Kevin Sanjaya itu menyampaikan kabar bahwa ia dan anggota tim Indonesia di All
England 2021 dipaksa mundur dari ajang tersebut.
Baca Juga:
Skandal All England 2021: Marcus Sebut BWF Tak Cukup Minta Maaf!
Total, ada
12 pemain Indonesia yang tampil di All England 2021, terdiri atas dua pemain
tunggal putra, tiga pasangan ganda putra, satu pasangan ganda putri, dan satu
pasangan ganda campuran.
Dari jumlah
tersebut, ada tujuh pemain yang sudah lolos ke babak 16 besar, usai mengalahkan
lawan-lawannya di babak 32 besar, yang dihelat Rabu (17/3/2021).
Sebelum
dipaksa mundur, lima pemain lagi seharusnya bertanding pada lanjutan babak 32
besar, yang dihelat Kamis (18/3/2021).
Baca Juga:
Skandal All England 2021: Barikade 98 Minta Jokowi Tarik Dubes dari Inggris
Pemberitahuan
dari panitia disampaikan pada Rabu (17/3/2021) malam waktu setempat, atau
setelah berakhirnya seluruh rangkaian pertandingan yang dimainkan tim Indonesia
pada hari itu.
E-Mail dari NHS
Dari 24
anggota tim Indonesia di All England 2021 (12 pemain dan 12 ofisial), ada 20
orang yang menerima e-mail dari otoritas kesehatan Inggris (NHS).
Mereka
diminta segera melakukan isolasi mandiri.
Perintah
dari NHS tersebut berdasarkan temuan bahwa delegasi Indonesia menumpang pesawat
yang sama dengan satu orang yang kedapatan terinfeksi Covid-19.
"Anda telah diidentifikasi kontak dengan
seseorang yang baru-baru ini dites positif Covid-19. Jadi, Anda harus tinggal
di rumah dan mengisolasi diri hingga 23 Maret (2021)," demikian bunyi
e-mail dari NHS yang diterima pemain, pelatih, dan ofisial tim Indonesia.
Tim
Indonesia bertolak ke Inggris dengan menumpang pesawat Turkish Airlines dari
Jakarta pada Jumat (12/3/2021).
Pesawat
sempat transit di Istanbul sebelum melanjutkan perjalanan ke Birmingham, dan
tiba pada Sabtu (13/3/2021).
Satu
penumpang pada penerbangan inilah yang kedapatan positif Covid-19.
Peraturan
dalam pengendalian Covid-19 di Inggris mengharuskan seluruh orang yang berada
di satu pesawat dengan pasien positif penyakit ini untuk melakukan isolasi
mandiri penuh selama 10 hari.
Peraturan
ini yang menghambat para pemain Indonesia melanjutkan perjuangannya di All
England 2021.
Karena
permintaan untuk melakukan isolasi mandiri datang langsung dari pemerintah
Inggris, Federasi Bulutangkis Internasional (BWF) menyatakan tak bisa berbuat
banyak.
Namun, yang
membuat para pemain dan publik Tanah Air berang, ada satu pemain putri asal
Turki yang tetap dijadwalkan bertanding, walaupun ia menumpang di pesawat yang
sama.
Belakangan
diketahui bahwa pemain tersebut tetap dijadwalkan bertanding karena tidak
melaporkan e-mail dari NHS ke panitia turnamen.
Setelah
panitia mengetahuinya, pemain bernama Neslihan Yigit itu juga dipaksa mundur.
Sebelum All
England dimulai, panitia sempat melakukan tes PCR ulang terhadap seluruh
peserta.
Hal itu
dilakukan setelah ada tujuh ofisial dari tim India, Thailand, dan Denmark yang
dinyatakan positif.
Hasilnya,
seluruh peserta All England dinyatakan negatif Covid-19, termasuk tim Indonesia
dan para ofisial dari tim India, Thailand, dan Denmark yang sempat disebut
positif tadi.
All England
pun dimulai, sampai akhirnya kejadian yang tak diinginkan publik pecinta
bulutangkis Tanah Air itu terjadi.
Begitu ada
perintah isolasi mandiri dan pengunduran dari All England, para pemain,
pelatih, dan ofisial Indonesia meminta dilakukan PCR ulang. Namun, permintaan
tak direspons.
Ini yang
diprotes oleh para pemain dan sejumlah pihak terkait yang ada di Tanah Air.
Ketua Umum
PBSI, Agung Firman Sampurna, menuntut transparansi NHS Inggris terkait
identitas penumpang yang dinyatakan positif Covid-19 tadi.
"Itu aturan
negara setempat. Ada yang namanya NHS. Itu adalah lembaga independen di
Inggris. Kita ingin adalah adanya transparansi sekarang. (Dengan) BWF tidak ada
masalah," kata Agung di Gedung BPK RI, Kamis (18/3/2021) siang.
Berbagai
upaya pendekatan yang dilakukan Kedutaan Besar Indonesia untuk Inggris ke BWF
dan NHS tidak membuat tim Indonesia dapat kembali bertanding di All England
2021.
Duta Besar
Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya, mengatakan, Kementerian Luar Negeri RI
telah menyampaikan permintaan agar pemerintah Inggris dan penyelenggara All
England 2021 menghentikan turnamen tersebut.
Desra
menilai, BWF tidak cukup kompeten dalam penyelenggaraan All England 2021.
Hal itu
mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan perlakuan tidak adil terhadap atlet
bulutangkis Indonesia yang mengikuti turnamen tersebut.
"Dapat saya
simpulkan bahwa tidak ada kebijakan (Pemerintah dan otoritas Inggris) yang
bersifat diskriminatif. Namun, karena kompetensi BWF tidak baik, dalam
pelaksanaan kebijakan itu telah terjadi diskriminasi dan unfair treatment," ujar Desra, dalam konferensi pers virtual, Jumat
(19/3/2021).
Dalam
kesempatan yang sama, Desra pun menyebut sebelumnya meminta All England 2021
dihentikan sementara.
Alasannya,
delegasi Indonesia sudah berinteraksi dengan delegasi banyak negara di lokasi
pertandingan sebelum pemberitahuan NHS diterima.
Penghentian
keseluruhan All England 2021 merupakan opsi ekstrem yang disodorkan Desra
melalui Kepala Departemen Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Inggris.
Bersamaan,
Desra pun mengajukan protes keras atas diskriminasi yang dialami tim Indonesia,
dibandingkan perlakuan atas tim dari India, Thailand, dan Denmark.
Polemik
belum usai, tetapi tim Indonesia dipastikan pulang ke Tanah Air pada Minggu
(21/3/2021) besok, setelah sempat terkatung-katung pula.
Sudah tak
bisa bertanding, pulan pun tak seketika bisa.
Prosedur di Inggris
Kejadian
yang menimpa delegasi Indonesia untuk All England 2021 itu mengundang polemik
dan tanya dari sejumlah pihak.
Salah satu
poin utamanya adalah soal perbedaan prosedur dalam merespons temuan kasus
positif Covid-19 di Inggris terkait event
olahraga.
Kasus
seperti yang dialami tim Indonesia di All England 2021 tercatat belum pernah
terjadi sebelumnya dalam ajang olahraga di Inggris.
Di kancah
kompetisi olahraga domestik Inggris, pernah ada temuan kasus positif Covid-19,
tetapi penanganannya jauh berbeda dengan All England 2021.
Pada
September 2020, pelatih West Ham, David Moyes, dan dua pemainnya, Issa Diop dan
Josh Cullen, ditolak untuk ikut serta melanjutkan pertandingan setelah
dinyatakan positif Covid-19 beberapa saat sebelum kick-off.
Peristiwa
tersebut terjadi saat West Ham menjamu Hull City dalam laga putaran ketiga
Piala Liga Inggris, yang dihelat di Stadion Olimpiade London, Selasa
(22/9/2020).
Issa Diop
dan Josh Cullen pada awalnya masuk ke dalam starting
line up West Ham.
Namun,
tidak lama setelah starting line up
diumumkan, kedua pemain itu digantikan oleh Harrison Ashby dan Jack Wilshere.
David
Moyes, Issa Diop, dan Josh Cullen terdeteksi terinfeksi Covid-19 setelah
menjalani tes terakhir di Stadion Olimpiade London.
Meski
terdapat tiga kasus positif Covid-19, laga West Ham United vs Hull City tetap
dilanjutkan dan masih berjalan.
Hanya
Moyes, Diop, dan Cullen yang diminta pulang, namun tidak dengan yang lainnya.
Keputusan
melanjutkan pertandingan tentu menjadi pertanyaan, karena Moyes, Diop, dan
Cullen hadir di stadion.
Mereka juga
sempat berinteraksi dengan pemain lain saat sesi pemanasan.
Pada
kesempatan lain, Premier League justru menunda pertandingan saat mendapati ada
temuan kasus positif Covid-19 dari para pemain yang akan bertanding.
Panduan Umum di Inggris
Dalam
panduan di situs resmi Pemerintah Inggris yang diperbarui pada 16 Maret 2021,
disebutkan bahwa setiap orang yang tiba di Inggris diwajibkan membawa surat
yang menyatakan mereka dalam kondisi negatif Covid-19 sebelum keberangkatan.
Setibanya
di Inggris, mereka juga harus melakukan isolasi mandiri selama 10 hari tanpa
pergi ke mana pun.
Mereka
diharuskan melakukan lagi tes pada hari kedua dan kedelapan setelah kedatangan.
Namun, ada
pengecualian dari aturan itu untuk beberapa kalangan dan kategori pekerjaan.
Salah satu yang mendapat pengecualian adalah atlet internasional.
Atlet
internasional yang datang ke Inggris tetap harus melakukan tes sebelum
berangkat, memegang dokumen negatif Covid-19, dan menjalani isolasi mandiri
setiba di Inggris.
Namun,
mereka tak diharuskan melakukan tes ulang pada hari kedua dan kedelapan setiba
di sana.
Lalu, para
atlet ini pun diperbolehkan meninggalkan lokasi isolasi mandiri atau domisili
mereka di Inggris untuk ke lokasi event
yang diikuti, sesuai jadwal.
Dalam kasus
kontak erat dengan seseorang yang dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19,
panduan pemerintah Inggris menyebutkan keharusan isolasi mandiri penuh selama
10 hari.
Inggris
juga merilis red list travel ban
terkait pandemi Covid-19.
Baik
Indonesia maupun Turki tidak masuk daftar ini, untuk pembaruan data hingga 19
Maret 2021.
Kalaupun
suatu negara masuk daftar ini, pengecualian berdasarkan jenis pekerjaan di atas
tetap berlaku.
Andai All England 2021 Terapkan Sistem Bubble"
All England
2021 merupakan turnamen bulutangkis internasional keempat yang dihelat pada
2021.
Sebelum All
England, ada tiga turnamen yang sudah dihelat di Thailand.
Ketiganya
adalah Thailand Open edisi I, yang berlangsung pada 12-17 Januari 2021;
Thailand Open edisi II pada 19-24 Januari 2021; dan BWF World Tour Finals, yang
dihelat 27-31 Januari 2021.
Tiga
turnamen di Thailand berlangsung dalam sistem bubble.
Tim
Indonesia sudah bertolak sejak 4 Januari 2021 atau sekitar seminggu sebelum
turnamen pertama dimulai. Mereka juga terbang menggunakan pesawat carter.
Selama di
Thailand, setiap pemain ditempatkan sendirian di satu kamar. Pergerakan mereka
diawasi.
Makanan
diantar langsung ke kamar. Lift dibatasi hanya dua orang, itu pun harus berasal
dari negara yang sama.
Adapun
transportasi yang disediakan hanya melayani dari penginapan ke arena bertanding.
Penerapan
sistem bubble dianggap sukses.
Penerapan sistem ini merupakan inisiatif dari Thailand yang disetujui BWF.
Walaupun
dalam perjalanannya ada beberapa atlet bulutangkis yang dinyatakan positif
Covid-19, secara keseluruhan jalannya turnamen tak begitu terganggu.
Usai
polemik di All England 2021, sejumlah pemain Indonesia sempat menyinggung
sistem bubble yang dipakai di
Thailand.
Salah
satunya, pemain ganda campuran, Praveen Jordan. Praveen berpendapat, sistem bubble seharusnya juga diterapkan di All
England 2021.
"Hal ini mungkin tidak akan terjadi apabila
BWF menerapkan sistem bubble sebelum All England 2021 diselenggarakan,"
tulis Praveen, lewat unggahan di akun Instagram-nya,
Kamis (18/3/2021).
Selain
menyinggung soal sistem bubble,
Praveen juga mempertanyakan beberapa hal yang ia tulis dalam unggahan di akun Instagram-nya, yakni:
1. Apakah seluruh tim dari negara lain juga
sudah melakukan vaksin seperti tim Indonesia?
2. Apakah hasil swab PCR di Indonesia kurang
terpercaya?
3. Tim Indonesia sudah mengikuti semua aturan
yang ditetapkan dan semua hasilnya negatif. Ada beberapa tim dari negara lain
yang awalnya positif dan dalam waktu kurang dari 24 jam dinyatakan negatif.
Mereka juga langsung mengikuti pertandingan. Bahkan, BWF masih menunda
pertandingan dari jadwal yang sudah ditentukan demi menunggu hasil. Apakah
hasil yang didapatkan bisa dipastikan 100 persen akurat?
4. Menurut saya, BWF telah melanggar peraturan yang
mereka buat sendiri. Ketika berita ini muncul, tim Indonesia yang sedang berada
di arena dipaksa keluar dari arena untuk kembali ke hotel dengan cara berjalan
kaki. Seharusnya, semua tim yang berpartisipasi dalam All England 2021 tidak
diperbolehkan keluar dari area hotel jika tidak menggunakan akses yang telah
disediakan (bus). Dengan disuruh berjalan kaki dari arena kembali ke hotel,
apakah itu bukan berarti keluar dari area hotel?
Saya melihat ketidakadilan yang telah dilakukan
BWF kepada tim Indonesia. BWF tidak memberikan penjelasan yang detail kepada kami
tentang siapa orang yang positif dan dari mana asalnya.
Setelah
didepak mundur dari All England 2021, seluruh tim bulutangkis Indonesia kini
hanya bisa berdiam di hotel untuk menjalani isolasi mandiri selama sepuluh
hari.
Ketua
Komite Olahraga Indonesia (KOI), Raja Sapta Oktohari, menuding BWF tengah buang
badan ke Pemerintah Inggris.
Okto
berkeyakinan, BWF-lah yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus ini. Karena
itu, Okto menuntut BWF untuk menyampaikan permohonan maaf.
Ia juga
mengancam akan membawa kasus ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional.
"Kami
melihat, apa yang dilakukan oleh BWF sangat tidak profesional. Dan kami sudah
berkomunikasi dengan PBSI, dengan Kemenpora, dengan Kementerian Luar Negeri,
dengan Federasi Bulutangkis Asia," kata Okto, seperti dikutip dalam laman
Sekretariat Kabinet RI, Jumat (19/3/2021).
Terpisah,
Ketua Umum PBSI, Agung Firman Sampurna, berkilah, pemberangkatan tim Indonesia
ke Inggris tak menggunakan pesawat carter seperti ke Thailand, semata karena
pertimbangan biaya.
"Kami tidak
sedang berfoya-foya memakai pesawat jet pribadi. Kami datang ke sana (ke
Inggris) untuk berlaga membawa nama bangsa ini dengan biaya yang ada," kata
Agung, Kamis (18/3/2021).
Pola Kompetisi Berubah Setelah Covid-19
Pandemi
Covid-19 mengubah banyak sendi kehidupan bermasyarakat sejagad, tak terkecuali
dalam hal penyelenggaraan kompetisi olahraga lintas negara.
Sebelum
pandemi, organisasi tertinggi penanggung jawab kompetisi bisa dengan mudah
menerapkan aturan baku yang harus diterapkan di seluruh lokasi pertandingan.
Namun, ini
tak bisa lagi setelah pandemi.
Terkadang
aturan pertandingan harus menyesuaikan dengan kebijakan pengendalian pandemi
yang dilakukan suatu negara.
Acap kali,
kebijakan negara yang satu berbeda dengan negara lain.
Contohnya
bisa dilihat dalam penyelenggaraan kompetisi sepakbola Liga Champions di Eropa.
Saat babak
penyisihan musim 2020-2021, yang berlangsung Oktober-Desember 2020, ada
beberapa negara yang memperbolehkan kehadiran penonton di stadion dalam jumlah
terbatas. Namun, negara lain tetap melarang kehadiran penonton.
Saat
Krasnodar menjamu Chelsea di Rusia, 29 Oktober 2020, pertandingan bisa dihadiri
penonton langsung di stadion hingga 10.544 orang.
Giliran
Chelsea yang menjamu Krasnodar di Inggris, 9 Desember 2020, pertandingan hanya
bisa dihadiri 2.000 penonton.
Kondisi
serupa terjadi dalam dua pertandingan yang mempertemukan Dynamo Kiev dan
Juventus.
Di Ukraina,
Dynamo Kiev menjamu Juve dalam sebuah pertandingan yang dihadiri hingga 14.850
penonton di stadion.
Sebaliknya,
saat Juve menjamu Dynamo Kiev di Italia, pertandingan digelar tertutup dan tak
boleh dihadiri penonton.
Selain
dalam hal jumlah penonton, ada pula aturan larangan masuk bagi tim dari negara
tertentu yang tidak dialami tim dari negara lainnya.
Dua tim
asal Inggris, Liverpool dan Manchester City, misalnya, dilarang masuk ke Jerman
untuk laga tandang babak 16 besar pada pertengahan Februari 2021.
Saat itu,
Liverpool seharusnya datang ke Jerman untuk menantang RB Leipzig, sedangkan Man
City bertandang ke markas Borussia Moenchengladbach.
Dua laga
tersebut akhirnya digeser ke Hungaria.
Dilarangnya
Liverpool dan Man City masuk ke Jerman dilatarbelakangi adanya lockdown dan pelarangan masuk
orang-orang dari negara tempat ditemukannya varian baru Covid-19, B.1.1.9.
Kondisi
yang dialami Liverpool dan Man City justru tidak dialami tim asal Italia,
Lazio.
Pada awal
Maret 2021, Lazio tetap bisa datang ke Jerman saat menantang Bayern Muenchen.
Lazio tidak
dilarang masuk ke Jerman karena Italia tidak dianggap sebagai wilayah dengan
risiko penularan B.1.1.9, sekalipun Jerman juga masih melakukan lockdown.
Kode Keras dari All England 2021
Polemik All
England 2021 bisa jadi adalah bentuk ketidakbecusan BWF, seperti yang sudah
banyak ditudingkan.
Namun,
bukan berarti otoritas bulutangkis dan olahraga di Indonesia bisa berlepas
tangan juga.
Praktisi
olahraga nasional, Hifni Hasan, menilai, polemik All England 2021 jadi sinyal
peringatan bagi PBSI.
Menurut Hifni,
PBSI teledor dalam mengantisipasi kejadian seperti itu.
Seharusnya,
lanjut Hifni, PBSI sudah mempelajari soal adanya aturan pengendalian Covid-19
yang berbeda antara negara di Asia dan Eropa, apalagi Eropa Barat seperti
Inggris.
"Sebelum
berangkat seharusnya bisa konsultasi dulu dengan kedutaan (KBRI di London),"
kata Hifni kepada wartawan, Sabtu (20/3/2021).
Hal yang
seharusnya bisa dikonsultasikan terlebih dahulu, sebut dia, mencakup prosedur
rinci yang diterapkan Pemerintah Inggris atas situasi Covid-19.
Dari
konsultasi itu, langkah yang dilakukan pun bisa lebih terukur.
"Kalau
sudah tahu dari awal, mereka bisa menentukan, apakah akan naik pesawat
komersial atau carter. Kalaupun harus naik komersial, kedatangannya bisa diatur
lebih awal supaya bisa karantina 10 hari," ujar mantan Sekjen KOI itu.
Menurut
Hifni, kejadian di All England 2021 harus jadi pelajaran agar tidak terulang lagi.
Pelajaran ini pun tidak hanya bagi tim bulutangkis, tapi juga cabang olahraga
lain.
Terlebih
lagi, Olimpiade Tokyo juga dijadwalkan segera berlangsung pada 23 Juli - 8 Agustus
2021.
Hifni
menyarankan agar induk-induk organisasi cabang olahraga yang akan tampil di
Olimpiade, bersama dengan KOI dan Kemenpora, untuk mulai teliti mengetahui
aturan pengendalian Covid-19 di Jepang.
"Kasus
ditariknya tim Indonesia dari All England (2021) harus jadi pelajaran penting,
bahkan alarm tanda bahaya agar jangan terulang, apalagi saat Olimpiade nanti,"
tegas Hifni. [dhn]