WahanaNews.co | Bintang-bintang di angkasa dalam beberapa tahun ke depan bisa jadi tidak boleh dilihat dengan mata telanjang.
Mengapa demikian?
Baca Juga:
Bengkel Techno Motor Milik Alvian Malewa Warung Buncit Jakarta Selatan tak Bayar Utang Oli Top1 Topindo Sejak 2011
Studi terbaru menunjukkan langit malam menjadi lebih terang dua kali lipat dalam 8 tahun terakhir. Hal ini membuat bintang-bintang mulai menghilang dari langit karena tak lagi dapat terlihat.
Pada 1973, astronom Kurt Riegel telah memperingatkan tentang polusi cahaya yang dapat mempengaruhi pemandangan langit malam secara signifikan. Kini, peringatan tersebut tampaknya mulai terbukti.
Sebuah studi menunjukkan langit malam semakin cerah dengan kecepatan yang mengejutkan di seluruh dunia. Peningkatan ini disebut jauh lebih cepat daripada yang sebelumnya diprediksi oleh citra satelit.
Baca Juga:
Menilik Pesona Alami, Inilah 5 Zodiak Paling Berkarisma
Dengan kata lain, bintang paling redup di langit malam tak dapat lagi terlihat karena cahaya buatan menyinari langit malam.
Fakta terbaru ini ditemukan berdasarkan pengamatan dari lebih dari 50 ribu citizen scientist di seluruh dunia yang membandingkan pandangan mereka tentang bintang-bintang dengan peta langit berbintang yang menunjukkan tingkat polusi cahaya yang berbeda.
Dari data tersebut, fisikawan di Pusat Penelitian Geosains Jerman GFZ Christopher Kyba dan rekannya menemukan langit malam telah cerah sekitar 7 hingga 10 persen setiap tahun pada periode 2011 hingga 2022.
Angka tersebut setara dengan langit malam yang dua kali lipat lebih cerah dalam waktu kurang dari delapan tahun yang berarti lebih dari empat kali lipat dalam 18 tahun.
Dilansir ScienceAlert, para peneliti memperkirakan seorang anak yang lahir di bawah langit malam dengan 250 bintang yang terlihat akan melihat kurang dari 100 bintang di langit yang sama pada saat mereka menyelesaikan sekolah menengah.
Para peneliti menduga tren yang membuat langit malam lebih cerah di antaranya karena pemasangan LED (light-emitting diodes) modern yang memancarkan lebih banyak cahaya daripada bola lampu pijar.
Satelit yang mengukur tingkat kecerahan langit global seringkali 'buta' terhadap cahaya biru yang dihasilkan LED karena tidak mampu mendeteksi panjang gelombang di bawah 500 nm.
Panjang gelombang cahaya yang lebih pendek ini juga menyebar lebih mudah di atmosfer daripada panjang gelombang yang lebih panjang, menciptakan kabut tebal yang mencegah langit malam menjadi gelap sepenuhnya.
"Visibilitas bintang memburuk dengan cepat, meskipun (atau mungkin karena) pengenalan LED dalam aplikasi pencahayaan luar ruangan," tulis para peneliti dalam studi yang diterbitkan pada Kamis (19/1) di jurnal Science.
"Kebijakan pencahayaan yang ada tidak mencegah peningkatan skyglow, setidaknya pada skala benua dan global," tambah mereka.
Lebih lanjut, citizen scientist di Amerika Utara melaporkan peningkatan kecerahan langit terbesar, dengan rata-rata 10,4 persen per tahun, sedangkan langit malam di Eropa mengalami peningkatan kecerahan pada tingkat yang lebih lambat, sekitar 6,5 persen per tahun.
Meskipun ini adalah rata-rata kasar, seluruh dunia mengalami peningkatan polusi cahaya rata-rata sebesar 7,7 persen setiap tahun.
Sebelumnya, perkiraan dari pengukuran satelit skyglow global mendeteksi kecerahan langit malam meningkat hanya sebesar 2,2 persen setiap tahun antara 2012 dan 2016, naik dari peningkatan kecerahan tahunan sebesar 1,6 persen dalam 25 tahun sebelumnya. [rgo]