WahanaNews.co | Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan tiga faktor yang memicu terjadinya hujan ekstrem di sejumlah wilayah di Indonesia.
"Mulai hari ini hingga 2 Januari kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan," ujar Dwikorita secara virtual, Selasa (27/12).
Baca Juga:
BMKG Perkirakan Sebagian Besar Wilayah Sulawesi Utara Akan Mengalami Cuaca Ekstrem
"Hujan ekstrem itu tidak harus berupa badai dan hujan ekstrim itu tadi diprediksi dimulai. Mulai jadi tren yang sudah terlihat, ya sudah terlihat sejak 21 Desember dan trennya ini semakin meningkat di 29 [Desember]. Jadi itu hujan lebat bukan pusaran," tuturnya.
Ia mengemukakan BMKG sudah mengungkap prediksi cuaca buruk periode Natal dan Tahun Baru 2023 itu pada 21 Desember.
"Hari ini 27 Desember kami mengevaluasi ternyata prediksi atau perkiraan tersebut konsisten atau sesuai dengan kejadian yang ada dan bahkan sejak kemarin kami mendeteksi ada penambahan satu fenomena baru lagi," ucapnya.
Baca Juga:
Siklon Tropis Yinxing Terpantau Dekati Indonesia, Ini Wilayah yang Terancam Cuaca Ekstrem
"Kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan tersebut antara lain masih sama dengan 21 Desember, namun intensitas, yang intensitasnya semakin menguat," sambung dia.
Ia menjelaskan meningkatnya curah hujan itu dipicu beberapa faktor. Pertama, penguatan intensitas Monsun atau Monsoon Asia dalam beberapa hari terakhir.
Monsoon Asia sendiri merupakan pergeseran pola angin musiman yang signifikan di wilayah yang meliputi anak benua India, Asia Tenggara, dan China. Fenomena ini dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan selatan.
Monsun ini juga kerap dikaitkan dengan peningkatan tinggi gelombang di kawasan pesisir.
Kedua, lanjutnya, fenomena seruakan dingin yang berasal dari dataran tinggi Tibet.
Serukan angin (cold surge) sendiri merupakan aliran massa udara dingin yang berasal dari daratan Asia sekitar Tibet lewat Laut China Selatan hingga ke wilayah Indonesia bagian barat saat monsun Asia musim dingin.
Seruakan dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan, serta meningkatkan potensi awan hujan di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.
Ketiga, kata Dwikorita, adalah fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara intensif
Fenomena aliran lintas ekuator (cross equatorial flow) merupakan aliran udara dari belahan bumi bagian utara dan melintasi equator, menurut jurnal yang diterbitkan BPPT dengan judul 'Dinamika Atmosfer di Indonesia Bagian Barat'.
Jurnal yang ditulis oleh Tyas Tri Pujiastuti menjelaskan, cross equatorial flow ini ditandai dengan arah angin dominan dari utara di wilayah equator, sehingga seringkali disebut juga sebagai Cross Equatorial Northerly Surge (CENS).
Dwikorita melanjutkan tiga fenomena itu "dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif di wilayah Indonesia bagian barat tengah dan selatan." [rna]