WahanaNews.co | Analisis potensi tsunami di Jepang dari pantauan letusan gunung api merupakan standar operasional dan prosedur (SOP) yang lumrah dilakukan oleh Japan Meteoroloy Agency (JMA) atau Badan Meteorologi Jepang. Hal itu diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin (5/12/2022), menyatakan Gunung Semeru adalah gunung api di darat, dan jika meletus tidak bisa membangkitkan tsunami di laut.
Baca Juga:
Tiga Gunung Api di Sulawesi Utara Berstatus Siaga Level III Setelah Aktivitas Meningkat
"Jadi sebenarnya ini adalah SOP rutin kalau misalkan di JMA, atau BMKG-nya Jepang, ketika ada informasi gunung api meletus mereka akan melihat dulu posisinya ada di mana? Apakah mungkin mungkin menimbulkan tsunami atau tidak? Ini bagian dari rangkaian analisis yang sudah menjadi SOP mereka dilakukan," kata Abdul dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan pernyataan Badan Meteorologi Jepang salah diartikan oleh orang Indonesia. Padahal Gunung Semeru berada di selatan Jawa, sedangkan Jepang berada di belahan bumi bagian utara.
"Hal seperti ini juga seringkali muncul, dan memang kita perlu mengedukasi masyarakat bahwa apakah tsunami bisa dibangkitkan oleh letusan gunung api? Bisa, kalau gunung apinya itu berada di laut atau di pinggir laut itu bisa. Tapi pada kasus ini kecil sekali kemungkinannya, atau bahkan tidak mungkin, atau bahkan tidak mungkin APG seperti ini bisa menimbulkan tsunami," jelas Abdul.
Baca Juga:
Lubang Misterius Muncul di Sungai Blitar, Sedot Air Hingga Sungai Mengering
Seperti diketahui, Gunung Semeru di wilayah Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur telah memuntahkan awan panas guguran pada Minggu sejak pukul 02.46 WIB sejauh tujuh kilometer.
BNPB mengimbau kepada seluruh masyarakat agar memantau kabar yang dari lembaga yang berwenang di Indonesia, baik itu dari BNPB, BMKG, PVMBG, BPBD dan lembaga-lembaga yang dimandatkan oleh pemerintah.
Sementara PVMBG mengeluarkan imbauan kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas dan menjauhi wilayah sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan sejauh 13 kilometer dari puncak (pusat erupsi).
Di luar jarak tersebut, masyarakat diminta untuk tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 1 kilometer dari puncak. [rds]