WahanaNews.co, Jakarta - Belakangan ini, sebagian besar wilayah Indonesia dilanda cuaca panas yang menyebabkan suhu udara terasa lebih gerah dan sumuk.
Dalam sepekan terakhir, suhu panas di atas 36 derajat Celsius bahkan dialami oleh masyarakat di beberapa daerah seperti Deli Serdang, Medan, Kapuas Hulu, Sidoarjo, dan Bengkulu, berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca Juga:
BMKG: Hujan Petir Mengancam, Sebagian Besar Indonesia Siap-siap Basah!
Fenomena cuaca panas tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara juga tengah dilanda gelombang panas (heatwave) selama berminggu-minggu hingga mencapai rekor suhu tertinggi.
Suhu di Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam, India, dan Bangladesh diperkirakan berada di atas 40 derajat Celsius.
Kondisi ini bahkan mengakibatkan pemerintah Thailand mengeluarkan peringatan "kondisi buruk", sementara pejabat di Filipina, India, dan Bangladesh terpaksa meliburkan sekolah-sekolah.
Baca Juga:
Siklon Tropis Yinxing Terpantau Dekati Indonesia, Ini Wilayah yang Terancam Cuaca Ekstrem
Meski demikian, BMKG menegaskan bahwa kenaikan suhu di beberapa kota di Indonesia bukan disebabkan oleh gelombang panas yang melanda kawasan Asia Tenggara.
Lembaga ini kemudian memberikan penjelasan mengenai penyebab utama terjadinya cuaca panas di Tanah Air belakangan ini.
Pemicu Cuaca Panas
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, angkat bicara terkait kondisi cuaca panas yang melanda Tanah Air belakangan ini.
Dwikorita menjelaskan bahwa kondisi tersebut merupakan hal yang lazim terjadi pada periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Menurutnya, kombinasi antara berkurangnya pembentukan awan dan curah hujan, serta kelembapan udara yang masih relatif tinggi, menyebabkan terjadinya lonjakan suhu udara yang terasa lebih panas.
"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," jelas Dwikorita, seperti dikutip dari laman resmi BMKG.
Dengan demikian, cuaca panas yang dirasakan masyarakat belakangan ini bukan merupakan fenomena yang luar biasa, melainkan kondisi alami yang kerap terjadi pada masa transisi antar musim di Indonesia.
Meski begitu, masyarakat tetap diimbau untuk waspada dan menjaga kesehatan selama menghadapi cuaca panas tersebut.
Ketika periode peralihan ini terjadi, gerak semu matahari pada April dan Mei berada tepat di atas wilayah-wilayah Asia Tenggara, sehingga penyinaran matahari sangat terik dan memberikan kondisi yang panas di daratan.
Waktunya Musim Kemarau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa sekitar 63,66% wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada periode Mei hingga Agustus 2024.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa memasuki bulan Mei, sebagian wilayah di Tanah Air mulai mengalami awal musim kemarau, sementara wilayah lainnya masih berada dalam periode peralihan atau pancaroba.
"Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau, dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba," ungkap Guswanto, seperti dikutip dari laman resmi BMKG pada Minggu (12/5/2024).
"Sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024," tambahnya.
Dengan kondisi tersebut, BMKG memperkirakan bahwa sekitar 63,66% dari total wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau dalam kurun waktu Mei hingga Agustus tahun ini.
Masyarakat diimbau untuk mengantisipasi potensi kekeringan dan kebakaran hutan yang kerap meningkat selama musim kemarau.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]