WahanaNews.co | Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan sedang mendalami kasus dugaan pelecehan seksual dosen kepada salah seorang mahasiswa di Universitas Riau (Unri).
Penyelidikan pelecehan ini melibatkan dosen berinisial SH yang juga merupakan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Unri.
Baca Juga:
Mahasiswa Disabilitas di Jambi Lapor Polisi, Diduga Dianiaya Dosen
"Terkait kasus Unri, saat ini sedang kami dalami," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Kemendikbudristek Nizam dilansir dari CNNIndonesia, Jumat (5/11/2021).
Nizam menyatakan Kemendikbudristek tidak menoleransi apapun jenis kekerasan di lingkungan pendidikan, terutama kekerasan seksual.
Itu pun, sambung Nizan, dipertegas dengan terbitnya Peraturan Menteri Kemendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Baca Juga:
Mendag Zulkifli Hasan: Manfaatkan Pemasaran Berbasis Teknologi Digital
Permen itu, katanya, menjadi satu wujud komitmen kementerian pimpinan Nadiem Makarim itu dalam mencegah kekerasan seksual di kampus.
"Kemdikbudristek tidak menoleransi kekerasan di perguruan tinggi, terutama kekerasan seksual," ujar Nizam.
Nizam menyebut kehadiran Permen Nomor 30 Tahun 2021 itu bisa menjadi landasan pimpinan perguruan tinggi guna mengambil langkah pasti dalam penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"Dengan adanya permen tersebut langkah atau tindakan konkret dapat dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi," tutur Nizam.
Adapun Permen Nomor 30 itu mengatur mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual di kampus berikut penanganannya.
Permen tersebut juga mengatur adanya sanksi bagi mahasiswa maupun dosen yang melakukan kekerasan seksual.
Sanksi tersebut bertingkat, mulai dari administrtaif hingga pemberhentian tetap dari jabatan sebagai tenaga pendidik.
Sebelumnya, seorang mahasiswi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unri mengaku telah dilecehkan dosennya, SH, saat melakukan bimbingan proposal.
Pelaku yang diketahui juga sebagai dekan fakultas itu disebut berusaha memaksa mencium pipi dan kening korban. Akibat peristiwa tersebut, korban mengaku mengalami trauma.
Tidak hanya itu, korban juga ditertawakan saat mengadu ke salah satu dosen dan ketua jurusan di fakultasnya.
Namun, korban kemudian mengaku ditekan untuk tidak mengadukan masalah itu dan meminta ganti pembimbing. Ia juga disebut malah diminta sabar dan tabah.
Di satu sisi, SH disebut telah mengutus perantara untuk menemui keluarga korban untuk memberikan penjelasan.
Lewat perantara tersebut, SH mengklaim tindakan mencium itu dilakukan sebagaimana dilakukan orangtua pada anak.
Namun, dalih yang disampaikan perantara itu tak bisa diterima pihak korban dan keluarganya karena tak masuk akal berdasarkan apa yang terjadi.
"Kalau memang (mencium kepada) anak, kenapa harus minta bibir? Kenapa harus berkata mana bibir, mana bibir? Apakah perlakuan orang tua kepada anak harus seperti itu?" kata mahasiswi yang menjadi korban dugaan pelecehan dekan tersebut dalam pernyataannya. [rin]