WahanaNews.co | Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memprediksi di tahun ini Indonesia akan masuk dalam fenomena kemarau kering akibat kedatangan El Nino.
Ia memaparkan pada tahun ini fenomena cuaca di Indonesia tidak lagi diwarnai dengan keberadaan La Nina yang sudah membuat musim kemarau RI jadi basah selama 2 tahun.
Baca Juga:
BMKG Sebut Aceh Alami Perubahan Zona Musim
Hal itu terkait dengan pergerakan massa basah ke Asia Pasifik, sehingga wilayah di Indonesia cenderung lebih kering seperti tiga tahun sebelumnya.
"Ini poin penting yang harus diperhatikan. Kita harus siap bahkan ada peluang menjadi El Nino lemah meskipun lemah artinya ada pergerakan masa basah ke Asia Pasifik artinya kemarau lebih kering," kata Dwikorita secara virtual, dikutip Minggu (29 Januari 2022).
Ia menjelaskan pada 2020 hingga 2022 Indonesia diselimuti dengan fenomena triple deep La Nina. Namun, fenomena itu perlahan menjauh dan berbalik menjadi El Nino.
Baca Juga:
Mengenal Palau, Negara Tetangga Indonesia yang Jarang Diketahui Publik
Artinya, kata dia, dalam enam bulan ke depan BMKG memprediksi sifat hujan bulanan di 2023 relatif menurun dibanding tiga tahun terakhir yang dipengaruhi adanya fenomena La Nina.
Kendati demikian, berdasarkan catatan sejarah fenomena El Nino di Indonesia, fenomena itu berlangsung pendek hingga Juni atau Agustus.
Dodo Gunawan, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, menambahkan El Nino lemah berpeluang 50 persen hadir pada Juni hingga Agustus.
"Dampak kekeringan ya. Ini curah hujan berkurang. Kita harus mengantisipasi kekeringan, tapi insyaallah enggak panjang, Oktober semoga sudah selesai," sambungnya.
Dikutip dari buku berjudul 'Tanya Jawab: La Nina, El Nino dan Musim di Indonesia' di situs BMKG, fenomena El Nino dan La Nina itu terkait dengan posisi Indonesia di antara Benua Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Pasifik.
"Pertukaran massa udara serta interaksi atmosfer dan laut yang terjadi di wilayah tersebut berpengaruh terhadap iklim Indonesia."
"La Nina dan El Nino dapat menyebabkan musim kemarau dan musim hujan di Indonesia bersifat lebih basah atau lebih kering."
Dikutip dari situs Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat, El Nino terjadi karena pemanasan Suhu Muka Air Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan ini menyebabkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah sehingga mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
"Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum," bunyi keterangan BMKG NTB.
Sementara, kebalikannya adalah fenomena La Nina. Hal itu terjadi saat SML di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normal.
Melansir CNN Indonesia Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum. [eta]