WahanaNews.co, Jakarta - Bumi dikelilingi oleh Bulan dan dua 'bulan palsu'. Salah satu dari bulan palsu tersebut adalah 'quasi-moon Kamo'oalewa'.
Menurut studi terbaru, ada kemungkinan bahwa bulan palsu Bumi itu baru-baru ini terlepas dari Bulan sesungguhnya dalam sejarah tata surya.
Baca Juga:
Fenomena 'Bulan Kedua' di Bumi! Asteroid 2024 PT5 Hebohkan Netizen
Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa Kamo'oalewa dilepaskan oleh dampak asteroid sekitar 1 hingga 10 juta tahun yang lalu, menyebabkan terbentuknya kawah Giordano Bruno dengan diameter 13,7 mil (22 kilometer) di Bulan.
Saat ini, Kamo'oalewa adalah objek dekat-Bumi (NEO) yang memiliki diameter sekitar 131 hingga 328 kaki (40 hingga 100 meter).
Kamo'oalewa, atau secara resmi dikenal sebagai "469219 Kamoʻoalewa", ditemukan pada tahun 2016 oleh teleskop survei asteroid Pan-STARRS 1 di Haleakalā, Hawaii.
Baca Juga:
Jangan Lewatkan, Purnama Raksasa Blue Moon Siap Pukau Dunia Malam Ini
Penemuan ini merupakan bagian dari upaya NASA untuk memantau batu-batu angkasa yang berpotensi mengancam Bumi.
Meskipun demikian, Kamo'oalewa, yang memiliki arti "objek langit yang berayun" dalam bahasa Hawaii, ditemukan beredar seiring dengan Bumi mengelilingi Matahari, dan memiliki rotasi yang sangat cepat untuk ukuran sebuah asteroid.
Keanehan ini mendorong para ilmuwan untuk menginvestigasi asal-usul quasi-moon tersebut.
Pada tahun 2021, sebuah studi mengungkapkan bahwa komposisi Kamo'oalewa mirip dengan batuan yang ditemukan di Bulan, menunjukkan kemungkinan asal lunar.
Namun, pertanyaan selanjutnya adalah, dari bagian mana tepatnya di Bulan ia berasal?
"Temuan utama kami adalah bahwa Kamo’oaelewa berasal dari Bulan, bukan dari sabuk asteroid. Ini merupakan perbedaan signifikan dengan mayoritas asteroid yang termasuk dalam populasi NEO," ungkap Patrick Michel, anggota tim dan peneliti senior di Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS), lembaga riset negara Prancis, dalam wawancara dengan Space.com.
"Dalam peran seperti detektif, kami menggunakan seluruh informasi yang kita ketahui tentang Kamo‘oalewa dan permukaan Bulan untuk menyusun skenario asal objek ini, dimulai dari dampak yang menciptakan kawah Giordano Bruno," ujar Michel.
Tim melakukan rekonstruksi 'tempat kejadian kejahatan kosmik' di Bulan dengan menghubungkan Kamo‘oalewa dengan kawah Giordano Bruno.
Ilmuwan menggunakan model komputer untuk mensimulasikan jenis dampak yang dapat menghasilkan batu angkasa seperti quasi-moon ini.
Proses tersebut mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk distribusi ukuran dan kecepatan ejekta yang dihasilkan serta evolusi dinamisnya.
Melalui rekonstruksi ini, beberapa ejekta diperkirakan akan masuk ke dalam resonansi orbital 1:1 dengan Bumi, memiliki karakteristik dinamis yang serupa dengan Kamo’alewa.
"Temuan kami menunjukkan bahwa Kamo’alewa kemungkinan besar merupakan pecahan dari permukaan Bulan yang memiliki keterkaitan langsung dengan kawah yang dikenal jika skenario kami terbukti benar," ungkap Michel.
Michel menjelaskan bahwa orbit Kamo’alewa tidak stabil. Tim mencocokkannya dengan kawah yang relatif muda, diperkirakan berusia antara satu hingga 10 juta tahun.
"Kemudian kami juga mempertimbangkan agar kawah tersebut tidak terlalu besar, sehingga dapat menghasilkan fragmen dengan ukuran serupa Kamo’oaelewa," tambahnya. "Kandidat yang paling sesuai adalah Giordano Bruno, yang memenuhi kedua kriteria tersebut."
Model dampak yang digunakan oleh tim juga memberikan gambaran tentang ukuran proyektil ruang angkasa yang diperlukan untuk membentuk kawah bulan yang memiliki lebar hampir 14 mil dan menghasilkan quasi-moon-nya.
Mereka memperkirakan bahwa asteroid yang menabrak Bulan harus memiliki lebar sekitar 1 mil (1,6 kilometer) untuk membentuk kawah Giordano Bruno dan melepaskan Kamo’alewa.
Jika sebuah asteroid sebesar itu menabrak Bumi, itu akan melepaskan energi sekitar setara dengan detonasi bom satu juta megaton.
Temuan ini juga memberikan dampak pada pemahaman kita tentang populasi NEO di sekitar Bumi. Ilmuwan menduga bahwa sebagian NEO mungkin terbentuk dari dampak di Bulan atau di objek tata surya lainnya.
"Walaupun sebagian besar NEO berasal dari sabuk asteroid utama di antara Mars dan Jupiter, sebagian kecil dari mereka dapat berasal dari Bulan atau sumber lainnya," kata Michel.
Michel menyatakan bahwa temuan dari penelitian timnya masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penyelidikan lanjutan terhadap asteroid.
"Ia mengungkapkan bahwa studi yang paling menarik tentang Kamo’alewa selanjutnya akan dihadirkan oleh misi Tiongkok Tiawen-2 yang dijadwalkan diluncurkan pada tahun 2025. Misi ini bertujuan untuk mengambil sampel permukaan asteroid dan membawanya kembali ke Bumi untuk dianalisis di laboratorium," ujarnya.
"Misi ini merupakan tantangan yang besar, karena belum ada yang pernah melakukan kunjungan ke objek sekecil itu yang berputar sendiri hanya dalam 28 menit."
Penelitian tim ini dipublikasikan pada hari Jumat (19/4/2024) dalam jurnal Nature Astronomy.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]