WahanaNews.co | Kabar membanggakan datang dari salah seorang ilmuwan Indonesia, Carina Citra Dewi Joe.
Dia yang merupakan tim dari pembuatan vaksin Oxford AstraZeneca, akan mewakili tim dalam menerima penghargaan Pride of Britain di London pada akhir pekan ini.
Baca Juga:
Indonesia Menerima 2.7 Juta Vaksin AstraZeneca
Penghargaan ini merupakan satu dari sejumlah penghargaan yang diterima tim vaksin Universitas Oxford sejauh ini.
Ketua tim manufaktur, Dr Sandy Douglas, mengatakan, formula "dua sendok makan sel" yang ditemukan Carina menjadi landasan produksi besar vaksin Oxford AstraZeneca vaksin yang selain paling luas jangkauannya --juga dapat diproduksi dengan "harga semurah mungkin".
Saat ini vaksin Oxford AstraZeneca dengan lokasi produksi di lebih selusin laboratorium di lima benua digunakan di lebih 170 negara, termasuk Indonesia.
Baca Juga:
Stok Banyak, Vaksin AstraZeneca Jadi Vaksin Booster Januari-Maret 2022
Produksi vaksin dalam skala besar dalam waktu singkat, yang dilakukan Universitas Oxford dan AstraZeneca serta sejumlah produsen lain, pertama terjadi dalam pandemi Covid-19 ini.
Biasanya produksi vaksin memakan waktu setidaknya 10 tahun.
"Formula 30 mililiter sel" itu ditemukan Carina pada 15 Januari 2020.
Temuan ini memungkinkan produksi vaksin lebih banyak 10 kali dengan menggunakan sel hanya sekitar dua sendok makan.
Dari percobaan awal ini, jumlah sel ditingkatkan terus sampai pada skala produksi besar melalui kerja sama dengan berbagai laboratorium di seluruh dunia.
Publikasi ilmiah terkait formula "30 milimeter sel ini" akan diterbitkan Universitas Oxford pada bulan November.
"Dengan kombinasi upaya Dr Carina Joe untuk meningkatkan proses manufaktur dan komitmen serta kerja keras rekan-rekan kami di AstraZeneca dan semua mitra kami lainnya, kami mampu memberikan vaksin untuk dunia, dibuat di berbagai penjuru dunia, dengan harga semurah mungkin," kata Sandy.
Mengutip dari iik.ac.id, sebagai peneliti postdoctoral yang merupakan bagian dari Nuffield Department of Clinical Medicine, tugas Carina adalah memproduksi vaksin Covid-19 dan menyelesaikannya dalam waktu singkat.
Sederhananya, tanggung jawab Carina Joe adalah menemukan cara untuk memproduksi lebih banyak vaksin AstraZeneca.
Carina sendiri tertarik dengan bidang bioteknologi, khususnya tentang manipulasi genetik.
Namun karena saat itu di Indonesia masih belum banyak yang membuka studi di bidang ini, akhirnya Carina melanjutkan studinya di luar negeri.
Setelah lulus dari gelar sarjana, Carina ditawari magang di sebuah perusahaan Australia.
Perusahaan itulah yang menawarinya untuk melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar PhD untuk mendukung karirnya di bidang penelitian.
Carina Joe kemudian mendapatkan gelar PhD di bidang Bioteknologi di Royal Melbourne Institute of Technology, Australia.
Pengalamannya di industri bioteknologi telah membawanya untuk terlibat dalam penelitian vaksin Covid-19 AstraZeneca saat ini.
“Setelah lulus dari PhD, saya melanjutkan magang selama 7 tahun. Latar belakang industri saya menjadi salah satu alasan saya melamar postdoc Oxford, dan mereka senang dengan latar belakang industri saya," ujarnya, dikutip dari unggahan Dubes RI untuk Inggris, Desra Believe, di Instagram resminya, @desrabeli.
Saat terlibat dalam produksi Vaksin AstraZeneca, Carina mengaku merasa mendapat proyek besar saat mendapat tawaran, karena hasil karyanya akan langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Secara global Carina juga mengatakan bahwa selama produksi vaksin AstraZeneca, seluruh tim bekerja sangat keras, bahkan hingga tujuh hari seminggu dalam waktu 12 jam sehari, tanpa istirahat dan istirahat selama 1,5 tahun.
“Kami bekerja sangat keras, saya pikir kami setengah mati. Selama pandemi kami bekerja tujuh hari seminggu, lebih dari 12 jam sehari. Tanpa hari libur tanpa istirahat selama 1,5 tahun. Sehingga bisa digunakan di seluruh dunia ," kata Carina.
Kini kerja keras Carina bersama timnya telah terbayar manis dan bisa dirasakan oleh orang-orang di seluruh dunia. [qnt]