WahanaNews.co | Rumput lapangan sepak bola Piala Dunia 2022 Qatar menyimpan rahasia perkembangan sains, lantaran menghadapi kondisi yang unik.
Dibandingkan di negara-negara lain yang pernah menggelar perhelatan Piala Dunia, rumput lapangan sepak bola yang ada di delapan stadion Qatar harus menghadapi kondisi cuaca panas yang ekstrem. Belum lagi selama 29 hari 832 pesepakbola dari 32 negara menginjak-injak rumput tersebut.
Baca Juga:
Ketum PSSI Ajak Tim Kerja Keras Meski Indonesia Naik Peringkat FIFA
Lionel Messi, Kylian Mbappe, dan pesepakbola dunia terkenal lainnya telah dengan brutal menginjak rumput lapangan sepak bola itu. Uniknya kondisi yang sangat prima masih diperlihatkan rumput-rumput tersebut.
Hal itu ternyata terjadi karena rumput yang digunakan di Piala Dunia 2022 Qatar bukanlah rumput biasa. Rumput tersebut dikembangkan oleh Atlas Turf Internasional dengan menerapkan sains khusus. Rumput yang dinamakan Platinum TE Paspalum itu adalah rumput lanau atau rumput pantai yang dikenal dengan nama lain Paspalum vaginatum.
Charles O Gardner, Profesor Agronomy dari Universitas Nebraska mengatakan rumput pantai memang sangat berbeda dibanding rumput-rumput lain. Rumput pantai jauh lebih tangguh terhadap kondisi ekstrem.
Baca Juga:
Pembunuhan Berencana di Muaro Jambi, Pelaku Terancam Hukuman Mati
Dia mengatakan kebanyakan rumput membutuhkan penanganan khusus guna tumbuh dengan baik. Bahkan penggunaan pupuk sangat diperlukan agar rumput bisa berkembang sesuai dengan keinginan.
Paspalum vaginatum justru sama sekali tidak butuh penanganan khusus. Tidak butuh nutrisi khusus yang ditawarkan oleh pupuk. Rumput itu sangat ideal untuk kawasan padang pasir seperti yang ada di Qatar saat ini.
"Kami jadi mengerti mengapa rumput ini sangat kuat," ujar Charles O Gardner.
Hal itulah yang kemudian membuat mereka berupaya mengeksplorasi keberadaan Paspalum vaginatum untuk kepentingan lainnya. Diharapkan kemampuan yang ada di rumput pantai itu bisa diterapkan di tumbuh-tumbuhan lain agar bisa tetap berkembang meski berada di kondisi ekstrem misalnya kekeringan panjang.
Guangchao Sun, ilmuwan dari Universitas Nebraska bahkan telah mencoba melakukan eksperimen. Dia menguji ketahanan paspalum pantai dengan menanamnya bersama jagung selama beberapa minggu dalam berbagai kondisi. Termasuk membiarkan jagung dan rumput pantai tidak diberikan nitrogen atau fosfor.
Hasilnya jagung justru tidak berkembang dengan baik sedangkan Paspalum vaginatum justru tetap hidup dengan kondisi prima. Dari situ Guangchao Sun mencoba memetakan genom yang ada di rumput pantai.
Hasilnya, rumput pantai bisa merespons kekurangan nutrisi dengan menggandakan produksi molekul gula yang disebut trehalosa. Temuan tersebut menunjukkan bahwa trehalosa memainkan peran sentral dalam ketahanan tanaman.
Saat ini keberadaan rumput pantai itu menurut Guangchao Sun telah terasa di Piala Dunia 2022 Qatar. Capaian itu justru sudah mereka mulai sejak 2019 ketika kick off Piala Dunia 2022 Qatar dimulai.
Ke depannya, Guangchao Sun dan tim mencoba mengeksplorasi keberadaan rumput pantai itu bukan hanya untuk kebutuhan Piala Dunia 2022 Qatar saja. Menurutnya masih banyak hal lain yang bisa diberikan oleh rumput pantai itu.
"Ini adalah perjalanan yang masih panjang," ujarnya. [rna]