WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan perkembangan terbaru terkait anomali iklim global yang memengaruhi kondisi cuaca di Indonesia.
Fenomena ini ditandai dengan suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperature (SST) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur yang lebih rendah dari biasanya, yang dikenal sebagai La Niña.
Baca Juga:
BMKG Sultan Thaha Jambi Catat 12 Hotspot Terpantau di Wilayah Provinsi
Menurut laman Climate Early Warning System BMKG, La Niña umumnya diikuti oleh perubahan pola sirkulasi Walker—sirkulasi atmosfer dari timur ke barat di sekitar ekuator—yang dapat berdampak pada pola iklim dan cuaca secara global.
“La Niña bukan sekadar fenomena cuaca biasa, tetapi dapat berdampak pada intensitas hujan dan pola musim di berbagai wilayah,” ujar Kepala BMKG.
La Niña merupakan fenomena berulang yang dapat terjadi setiap beberapa tahun dan bertahan dari beberapa bulan hingga dua tahun. Secara umum, fenomena ini berpotensi meningkatkan curah hujan di Indonesia sebesar 20-40% dibandingkan kondisi normal.
Baca Juga:
Tinggi Gelombang Danau Toba Diprediksi 0,2 Hingga 0,3 Meter, BMKG: Masih Kondusif untuk Laga
BMKG menjelaskan bahwa selama bulan Juni, Juli, dan Agustus (JJA), La Niña cenderung meningkatkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sementara itu, pada September, Oktober, dan November (SON), peningkatan curah hujan lebih dominan di wilayah tengah hingga timur Indonesia.
Pada periode Desember, Januari, dan Februari (DJF) serta Maret, April, dan Mei (MAM), dampak La Niña lebih terasa di wilayah timur Indonesia.
Namun, BMKG menambahkan bahwa saat puncak musim hujan (DJF), La Niña tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap curah hujan di bagian tengah dan barat Indonesia karena interaksinya dengan sistem monsun.
Pada awal November 2024, BMKG melaporkan bahwa hasil pemantauan indeks Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Niño-Southern Oscillation (ENSO) pada akhir Oktober 2024 menunjukkan indeks IOD berada di bawah ambang batas netral, dengan nilai -0,77 selama dua dasarian terakhir.
Hal ini menandakan bahwa La Niña telah terjadi di Indonesia sejak Oktober 2024 dengan kategori lemah.
Lantas, sampai kapan La Niña akan berlangsung?
Dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Februari 2025 yang dirilis BMKG pada 24 Februari 2025, hasil pemantauan menunjukkan bahwa indeks IOD telah kembali ke kondisi netral dengan nilai 0,223, yang diperkirakan akan bertahan hingga pertengahan tahun 2025.
"Sementara itu, anomali SST di wilayah Nino3.4 menunjukkan indeks sebesar -0,3, yang mengindikasikan bahwa La Niña lemah sedang dalam proses transisi menuju kondisi netral," tulis BMKG dalam laporannya yang dikutip pada Selasa (25/2/2025).
BMKG juga memprediksi bahwa suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian timur akan tetap hangat hingga Agustus 2025, sementara Indian Ocean Dipole diperkirakan tetap dalam kondisi netral hingga Juli 2025.
Prediksi ini selaras dengan proyeksi berbagai pusat iklim dunia.
"ENSO diprediksi akan berada dalam kondisi netral sepanjang periode Maret-April-Mei 2025 hingga Agustus-September-Oktober 2025," sebut BMKG.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]