WAHANANEWS.CO, Jakarta - Hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 pada 8 Maret 2014, setelah lepas landas dari Kuala Lumpur menuju Beijing, telah menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah penerbangan.
Pesawat yang membawa 239 penumpang dan awak itu menghilang tanpa jejak dari radar, memicu pencarian besar-besaran yang mencakup area luas di Samudra Hindia.
Baca Juga:
Hujan Petir Bukan Masalah! Begini Cara Pesawat Modern Tetap Aman di Udara
Meskipun beberapa puing pesawat telah ditemukan, lokasi pasti pesawat tersebut hingga kini masih belum diketahui, meninggalkan teka-teki yang terus memancing penasaran para ilmuwan dan pakar di seluruh dunia.
Belum lama ini, seorang ilmuwan asal Australia mengklaim telah menemukan "lokasi persembunyian sempurna" untuk pesawat MH370 yang hilang sepuluh tahun lalu.
Dilansir dari Ladbible, Kamis (28/8/2024), berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan penerbangan dari Kuala Lumpur ke Beijing tersebut, namun hasilnya nihil.
Baca Juga:
Perjuangan Tekan Harga Tiket Pesawat Diungkap Menhub Budi Karya
Meskipun beberapa bagian pesawat telah ditemukan, ada kemungkinan bagian utama pesawat tidak akan pernah terungkap.
Seorang ilmuwan dari Tasmania, Vincent Lyne, mengklaim bahwa dia telah memecahkan misteri hilangnya pesawat MH370 dalam sebuah penelitian yang menyatakan bahwa dia telah menemukan lokasi pesawat tersebut.
Dalam sebuah unggahan di LinkedIn berjudul "Misteri MH370 Dipecahkan oleh Sains," Lyne menjelaskan lokasi yang diyakininya sebagai tempat jatuhnya pesawat yang hilang itu.
Teorinya berfokus pada sebuah lubang sedalam 20.000 kaki atau sekitar 6.096 meter di Broken Ridge, sebuah dataran tinggi bawah laut di Samudra Hindia bagian tenggara.
Lyne berpendapat bahwa pilot pesawat MH370, Zaharie Ahmad Shah, secara sengaja menerbangkan pesawat tersebut ke wilayah laut yang curam dan terpencil itu.
"Penelitian ini mengubah pandangan mengenai hilangnya MH370," ujar Lyne, sebagaimana dilaporkan oleh Newsweek pada Rabu (28/8/2024).
Ia menegaskan bahwa insiden terakhir MH370 bukan disebabkan oleh kecelakaan akibat kehabisan bahan bakar, melainkan merupakan tindakan yang direncanakan dan dikendalikan oleh pilot.
Lyne juga mengklaim bahwa lokasi pesawat ditentukan berdasarkan persimpangan garis bujur Bandara Penang dengan rute penerbangan yang diprogram di simulator rumah pilot, sebuah jalur yang sebelumnya dianggap tidak relevan oleh FBI dan penyidik lainnya.
Pentingnya lokasi ini ditekankan oleh Lyne dengan membandingkannya dengan penerbangan US Airways 1549, yang berhasil mendarat darurat secara terkendali di Sungai Hudson oleh Kapten Chesley “Sully” Sullenberger pada tahun 2009.
Menurut Lyne, puing-puing MH370 menunjukkan pola yang mirip dengan kasus US Airways 1549, memperkuat teorinya bahwa pesawat tersebut sengaja diterbangkan ke lokasi "peristirahatan terakhirnya."
"Hal ini semakin memperkuat klaim awal yang diajukan oleh mantan Kepala Penyelidik Kecelakaan Penerbangan Kanada, Larry Vance, yang menyatakan bahwa MH370 masih memiliki bahan bakar dan mesin yang berfungsi saat mengalami pendaratan darurat terkendali, bukan kecelakaan akibat kehabisan bahan bakar dengan kecepatan tinggi," tulis Lyne.
Lyne berpendapat bahwa berdasarkan teorinya, misteri pesawat MH370 dapat dianggap telah terpecahkan.
"Apakah pencarian akan dilanjutkan atau tidak, terserah kepada pihak berwenang dan perusahaan pencari, tetapi dari perspektif sains, kami sudah memahami mengapa pencarian sebelumnya gagal dan sains dengan jelas menunjukkan di mana MH370 berada," tambahnya.
"Singkatnya, misteri MH370 telah diselesaikan secara ilmiah!" tegasnya.
Namun, kebenaran dari klaim Lyne masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Teorinya menarik perhatian dan bisa mendorong eksplorasi tambahan di Samudra Hindia bagian selatan.
Meskipun begitu, misteri hilangnya MH370 tetap menjadi salah satu teka-teki terbesar dalam sejarah penerbangan modern.
Sejak pesawat tersebut hilang pada tahun 2014, berbagai pihak telah melakukan upaya pencarian intensif untuk menemukan MH370.
Selama hampir tiga tahun, pencarian yang mencakup area seluas 120.000 kilometer persegi di Samudra Hindia hampir tidak memberikan hasil, hanya menemukan beberapa potongan kecil dari puing-puing pesawat.
Meskipun pencarian ini menjadi yang terbesar dalam sejarah penerbangan, pesawat tersebut belum pernah ditemukan, dan pencarian resmi dihentikan pada Januari 2017.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]